Loading...

Atlesta dan Sensualitas yang Memudar di Jakarta

Sekelumit tentang Fifan Christa yang kini makin dewasa.
publicity photo Atlesta - Dari Kemarin
Kawan-kawan di Malang pasti mengenal Atlesta dengan image yang dibangun atas album Secret Talking, Sensation, atau Gestures. Ketiga album tersebut melahirkan persona Atlesta sebagai seorang social butterfly, binal, hingga figur dengan sex appeal tinggi. (Not to mention Atlesta sebagai band-asal-Bandung yang sering ditanyain netizen "kapan manggung di Malang mz?" hehe) 
 
Wajar saja, ketiga album Atlesta tersebut memang penuh dengan nuansa dunia malam, senggama, dan ingar bingar romansa era 2012-2018an. Belum lagi ditambah Gustav, alter ego dari Atlesta yang digambarkan sebagai playboy setengah matang dengan kumis tipis dan kemeja parlente yang membalut sebagian bulu dadanya. Alter ego ini muncul (seingat saya) setelah era Gestures, tepatnya pada 2019 Ketika Atlesta merilis single Living The Rumour dan juga Ruby. Hadirnya image binal dan alter ego tersebut menasbihkan Atlesta sebagai sexual icon Kota Malang (ok ini sedikit lebay)


 
(publicity photo Living the Rumour)
 
Saya sendiri menemukan Atlesta pada 2014 saat masih semester pertama kuliah. Saat itu adalah masa promo dari Sensation dan saya langsung klik dengan album tersebut, sebab pada periode yang sama saya juga terpapar oleh musik-musik Madeon, CHVRCHES, hingga Capital Cities.
 
Tapi sebagaimana ritme dunia yang berubah total saat pandemi COVID-19, Atlesta pun juga bertransformasi pada periode tersebut.
 
Sunyi senyap pandemi yang melumpuhkan dunia juga turut berkontribusi terhadap pendewasaan musikalitas Atlesta. Ini dibuktikan dengan Atlesta yang secara mendadak merilis album Inner Feelings Collection Part 1 pada April 2020. Karya tersebut bisa juga dibilang spin off atau mixtape karena berisi 13 trek instrumental yang kurang mencitrakan Atlesta berdasarkan 3 album pertamanya. Jauh dari kata sensual atau binal, Inner Feelings Collection Part 1 justru seperti curhatan Fifan Christa yang terlampau melankolis. Beberapa track ditujukan sebagai wisata masa lalu seperti tribute to how i meet the first synth, ada pula trek berisi puja puji pasangan lewat i kept dreaming her pretty face dan my favorite notification, hingga duka para penyintas kekerasan seksual lewat nomor the woman's body (not the man's one). Hadirnya Inner Feelings Collection Part 1 juga membuat saya yang Waktu itu masih menjabat sebagai music director radio kenamaan di Kota Malang buru-buru mengontak Fifan untuk mengadakan exclusive listening party Inner Feelings Collection Part 1 di radio tempat saya bekerja.
 
Long story short, pandemi mereda di 2023 dan Atlesta merilis album keempat.... yang sayangnya membuat saya mengernyitkan dahi.
 
Sebelum pandemi dan era Inner Feelings Collection Part 1, Atlesta selalu merilis album dengan konsep ciamik dengan artwork artistic yang membuat siapa sapa jatuh cinta pada pandangan pertama. 
 
Hal pertama yang mengganggu saya terletak pada official artwork album keempat Atlesta yang diberi judul SINCERELY FOREVER. Alih-alih menampilkan visual artistic seperti ketiga album sebelumnya atau memunculkan Kembali aura mz-mz sensual, artwork album SINCERELY FOREVER ini justru menampilkan potret Atlesta secara medium close up, make up tebal, kalung yang stand out, serta ekspresi memajukan wajah bak gaya androgini. "Ok Atlesta sudah resmi bertransformasi sih ini" gumam saya saat pertama kali melihatnya.
 
(publicity photo SINCERELY FOREVER)
 
Dan benar saja, setelah mengudap SINCERELY FOREVER saya jadi sadar bahwa era sensual dari Atlesta sudah berakhir. Unsur electropop senggama yang ada di 3 album pertama kini semakin atraktif dengan nuansa RnB yang kental di dalamnya. 
 
Atlesta membagi SINCERELY FOREVER ke dalam 2 babak. Pada SIDE A: Intro, pendengar diajak lebih bergoyang dengan music upbeat yang uplifting dan ear catchy. Sementara SIDE B: Interlude berisi materi yang membuat pendengar laid back dengan tempo lagu yang agak lebih rendah. 
 
3 album awal Atlesta berisi cumbu rayu, pick up lines picisan, dan romansa post-modern duniawi. Sementara itu, SINCERELY FOREVER justru hadir sebagai tembang yang lebih legowo, sedikit Bahagia, dan rupa rupa kehidupan hingga memunculkan butterfly in the stomach. Saya pribadi berpendapat jika perubahan Atlesta di SINCERELY FOREVER ini semata-mata karena Fifan lebih bebas dan tidak memiliki beban atas discography miliknya sendiri. Bagi pendengar Atlesta senior, pasti merasakan sisi perubahan (baca: pendewasaan) yang tertuang di SINCERELY FOREVER dibanding album-album sebelumnya. Pada akhirnya, skeptisisme saya terhadap artwork album ini pun menjadi memudar dengan anggapan bahwa potret Fifan Christa di artwork tersebut merupakan versi paling ekspresif (sekaligus mature) dari perjalanan musik Atlesta 10 tahun terakhir.
 
Sisi sensual dari Atlesta juga semakin ditinggalkan lewat deretan single seperti Sampai Kita Jadi Tua, Selayang Serindu, dan Gelora Bertemu yang dirilis beberapa waktu lalu. Apalagi Atlesta juga mulai berani dalam menulis lagu-lagu berbahasa Indonesia. Adanya trek berbahasa Indonesia tersebut menambah color palette dalam keseluruhan diskografi dari Atlesta.
 
Setahun pasca SINCERELY FOREVER, Atlesta menghadirkan gebrakan baru dengan memutuskan hijrah dari Malang ke Jakarta. Obrolan coffee shop di Kota Malang sempat mengatakan bahwa Fifan sudah seharusnya hijrah ke Jakarta sejak 2020, tapi harus tertunda akibat pandemi yang menyebalkan itu. Hingga akhirnya 2024 dirinya menuntaskan hutangnya atas diri sendiri untuk berangkat ke ibukota beserta rombongan tim label miliknya yaitu Pops You Good.
 
Memang betul, akan ada pertanyaan bernada sentimen seperti "memang ada jaminan akan sukses di Jakarta?" atau "sudah menyerah kah kamu di Kota sendiri sampai harus mengadu nasib ke ibukota?"
 
Tapi pertanyaan skeptical tersebut terbantah begitu saja saat Atlesta merilis single hanya beberapa bulan setelah kepindahannya. Single Jangan Jatuh Cinta di Jakarta menjadi opening yang sempurna dari transformasi (dan pendewasaan) dari Atlesta setelah hijrah ke ibukota. Lupakan semua diskografi electropop nan sensual itu, Atlesta di Jangan Jatuh Cinta Di Jakarta berubah menjadi sofboi yang melankolis. Atlesta memang bukan baru ini saja merilis single melankolis. Sebelumnya juga ada Essential Love yang cenderung sedih juga. Tapi dari single terbaru ini menunjukan sejauh mana hiruk pikuk Jakarta mengubah perspektif dirinya akan cinta dan kehilangan. Vibe Jangan Jatuh Cinta di Jakarta juga mirip dengan Officially Missing You-nya Tamia dengan hook yang ear catchy. Sebuah tembang menarik teruntuk future listeners Atlesta yang di era sekarang sering terpapar hook 3-5 detik di TikTok.
 
Respon baik dari Jatuh Cinta Di Jakarta kemudian dilanjutkan dengan dirilisnya single Dari Kemarin pada Maret 2025. Atlesta menggandeng Ezra Mandira (ex HiVi) sebagai co-producer di lagu ini. Topik sedu sedan kehidupan jadi bahan bakar Utama dari single ini, jauh dari topik penuh gairah yang ia gaungkan 10 tahun lalu. But hey, saya melihat Atlesa yang sekarang semakin ramah dan membuka diri dengan pendengar baru, terutama setelah pengalamannya mengarungi Jakarta.
 
Hingga pada akhirnya pertanyaan pamungkas pun muncul: Apakah Jangan Jatuh Cinta di Jakarta dan Dari Kemarin adalah blueprint dari karya-karya Atlesta di masa depan setelah pindah ke Jakarta? Jika iya, saya akan antusias menyimak perkembangan playboy insaf ini menjadi sofboi kesayangan warga Jaxel. Semua spotlight, aksesibilitas, dan kesempatan yang ada juga semoga membuat Atlesta menyusul kesuksesan kompatriot dari Malang lainnya seperti Coldiac, Sal Priadi, hingga Flanella.
 
NB: Teruntuk Fifan Christa, Cobalah sesekali coba buat menghidupkan figur Gustav di Jakarta. Sepertinya cocok saat dikau menginjakkan kaki di Krapela atau SCBD hehe
 
- Jeff Winanda