“Kempel, terima kasih banyak ya...”
Suara Mbah Eko langsung terngiang di telinga saya tadi pagi; saat saya mendengar kabar beliau berpulang. Terkejut, tentu saja. Terutama karena minggu kemarin, saya masih melihat beliau dan kawan-kawan jamming dari pantauan grup WA “KOPIJAZZ KEDIRI”.
Pria asli Malang itu adalah satu dari orang pertama yang saya temui kala pulang ke Kediri, awal pandemi 2020. Sebelumnya saya santer mendengar KOPIJAZZ, Komunitas Pecinta Jazz Kediri yang dibikinnya.
“Kempel, kata Khutut (teman saya) kamu suka nulis musik ya?” Tanya beliau di perjumpaan pertama kami. Percakapan berlanjut ke bahan bacaan, pengalaman beliau reguler’an di Bali, hingga jazz; jenis musik yang mengalir dalam nadinya hingga akhir hayat.
“Jujur aku gak terlalu mendengarkan jazz. Beberapa saja seperti (John) Coltrane dan Miles Davis. Plus beberapa standard populer kayak ‘Autumn Leaves’ dan ‘Misty’ gitu sih,” kata saya. Tak disangka, beliau malah memuji saya. Katanya, “Lhoh, justru bagus itu kalau dengerin jazz dari yang repertoire standardnya.”
“Banyak anak sekarang, menurut saya, langsung pengen main yang fusion. Misal langsung CASIOPEA gitu. Padahal menurut saya, memahami roots itu penting juga,” lanjutnya. Saya mengangguk-angguk. Pula setengah merasa bersalah karena ternyata, saya salah satu dari “banyak anak” itu. (Yang ini tidak saya sampaikan).
Sayapun semakin mengenal beliau dan terlibat dalam diskusi-diskusi musik bersamanya. Tentang Coltrane changes, tentang industri musik zamannya vs sekarang, hingga sedikit visi-misinya tentang komunitas yang dibentuknya itu. Termasuk JAZZ BRANTAS, helatan tahunan Kediri yang ikut digagasnya. Terakhir, event ini mengundang Ardhito Pramono sebagai guest star-nya.
Di antara semua itu, ada satu yang saya ingat. Itu kala Mbah Eko bertanya kepada saya, "Menurutmu, gimana cara memotivasi anak-anak muda ini buat bikin karya?" Umh... pertanyaan sulit nan menjebak. Saya sedikit kelimpungan menjawabnya.
"Waduh, aku sendiri gak tahu ya, Mbah. Setiap orang punya motivasinya sendiri-sendiri. Bisa karena resah atau pengen bikin aja. Bisa juga karena menjanjikan (materi). Atau hal-hal lainnya," jawab saya. Saya kaget, tak tahu arah pembicaraan ini hingga akhirnya beliau membeberkan rencana "Kompilasi KOPIJAZZ."
"Rencana kompilasi ini udah lama. Tapi selalu tertunda karena kesibukan kawan-kawan di dalamnya," tutur beliau. Oh okay, jadi diam-diam, beliau juga ingin melihat kawan-kawan ini punya karya. (Hal ini baru saya ketahui dari obrolan tersebut).
Di sesi kopi yang lain, beliau bertanya, “Naruh lagu di Spotify itu gimana ya, Pel?” Sayapun membagikan apa yang saya tahu mengenai aggregator, label, dan tetek bengeknya. Percakapan inipun membuahkan sesi workshop "Ekosistem Musik Digital" dan beliau meminta saya menjadi pematerinya. (Alus nemen pitching-nya, euyyy).
"Kempel, terima kasih banyak ya... sudah mau ngisi workshop," katanya setelah workshop.
Di situ pula, Mbah Eko akhirnya bilang kalau ia akan merilis single berjudul “Coronight”. Instrumental 4 menit 25 detik itu dilepas pada pertengahan tahun 2021. “... Ya kepingin memotivasi teman-teman buat ikut rilis,” jawabnya kala saya bertanya alasan merilis lagu ini.
“Ngenteni arek-arek gawe kompilasi kok suwe nemen. Yaudah takdisiki, hahaha.” Saya tak terlalu dekat mengenal beliau. Namun di momen rilisnya "Coronight", saya bisa melihat kebahagiaan yang amat sangat dari wajahnya. Seperti menyambut kelahiran buah hati yang lama dinanti.
"Kempel, terima kasih banyak ya... udah bantu-bantu," waktu syukur'an single ini.
Hari-hari berlalu. Saya semakin jarang mengunjungi KOPIJAZZ dengan alasan klise bernama “kesibukan.” Waktu saya tersita dengan agenda-agenda Terpapar! Musik dan Soundjana (label saya). Pula saat itu, saya masih berdomisili di Malang. Jadi lebih banyak di kota orang daripada kampung halaman.
Pertemuan terakhir kami-- seingat saya-- terjadi beberapa bulan lalu. Di sana beliau menanyakan kabar saya, berikut Soundjana dan Terpapar!. “Anak-anak muda ini mau ngapain lagi habis ini?” sambutnya antusias.
“Ini lagi nyiapin album sih Mbah,” kata saya. Di situ saya juga minta maaf karena jarang berkunjung. Beliau mengerti, sembari kembali menyinggung rencana kompilasi tadi.
“Aku pingin temen-temen ini gak cuma main musik; mereka juga punya karya. Berproses, menulis lagu, melahirkan sesuatu yang bisa didengarkan baik sesama maupun orang-orang di luar sana,” curhatnya kepada saya. Saya hanya bisa mendengarkan dan-- lagi-lagi-- mengangguk saja.
"Kempel, terima kasih ya... sudah berkunjung kembali," itulah percakapan terakhir saya bersama beliau.
**
Tadi pagi Mbah Eko berpulang. Teman, Guru, Bapak, Mbah, dan Inspirator itu kini telah tidur tenang. Mewariskan inspirasi yang begitu besar, berikut mimpi-mimpi yang menunggu 'tuk dilanjutkan. Saya ucapkan belasungkawa sebesar-besarnya kepada KOPIJAZZ dan keluarga yang ditinggalkan.
Dan untuk Mbah Eko: "Selamat jalan. Terima kasih atas diskusi, ilmu, serta wejangan-wejangan yang diberikan untuk kami semua."
Swargi langgeng kagem panjenengan.
-KMPL-