Aku memantau mereka sejak debut entitas pendek (EP) mereka, yaitu Stay Gone. Aku menemukan mereka pertama kali dari mana entah, aku lupa. Yang jelas pasti dari ulikan daftar putar emo lokal. Lalu, suatu hari di tahun 2022, mereka mengirim surel korespondensi pertama ke diriku. Waktu itu atas rilisnya lagu "Iced Shaken Lemonache". Semenjak itulah, aku resmi berkolega alias tahu sama tahu dengan Cubfires.
Tapi apakah aku mendengarkan mereka secara khusus dari awal diskografi? Tentu saja hanya sesekali, bahkan bisa dibilang jarang. Sampai akhirnya suatu hari, Jordy (manajer Cubfires) mengontak aku melalui pesan langsung di Instagram, apakah aku masih di media tempat aku menulis sebelumnya. Aku bilang tidak, dan bisa jadi pesan langsung dari Jordy itulah yang membuatku berpikir, "Ah, kayaknya sudah waktunya aku balik aktif menulis soal musik lagi". Ada perasaan kayak ternyata aku 'dicariin'. Dan sesungguhnya ada banyak pertanda alam untuk aku balik setelah-setelahnya. Tak lama, aku mengumumkan pula kembalinya aku dari bersembunyi di kamar selama sembilan bulan itu.
Nyatanya, rilis pers yang dikirim Jordy waktu itu berkenaan dengan rilisnya album mereka yang bertajuk ...Is an Evolving Mess (2023)—dan bahkan hingga tulisan ini dibuat—belum jadi apa-apa karena aku masih kebingungan harus diapakan. Tulisan ini sesungguhnya adalah hutangku ke diri sendiri, mungkin ke mereka juga. Yang jelas, aku akhirnya sadar, rilis pers ini penting. Ini. Adalah. Album. Penuh. Perdana. Mereka. Yang. Ternyata. Bagus. Banget.
Aku memikirkan cara apa yang paling proper yang bisa ku haturkan kepada mereka. Dan sejujurnya, aku cukup menyesal terlambat mendengarkan album ini. Tempo hari, mereka mengadakan showcase dan jujur, untuk showcase kecil yang diorganisir sendiri, Cubfires berhasil membuat aku (dan +1-ku saat itu) saling berbisik sambil menonton pertunjukan mereka, “Mereka mainnya bagus ya”. Pengalaman yang berkesan.
Ulasan album satu arah sepertinya terlalu membosankan untuk dijadikan hadiah, pun jika hanya mereportase penampilan mereka itu. Akhirnya terjadilah, artikel ulasan dua arah ini. Aku melakukan tanya jawab demi menguliti album mereka melalui grup WhatsApp dengan seluruh awak Cubfires tentang seluruh lagunya; dan inilah hasilnya.
**
CUBFIRES, atau Cubfires, atau cubfires? Cara menulis nama band kalian gimana sih yang benar?
Avinnala Yunus: Bebas sih sebenernya asal jangan typo aja biasanya orang suka nulisnya “Cubfire” atau “Cub Fires” haha.
Sebelum kita bahas semua lagu di album terbaru ini, Cubfires terakhir rilis selain single kan Stay Gone EP (2018) ya. Cubfires 5 tahun terakhir memang nyiapin untuk album ini atau memang terlalu sibuk aja sampai akhirnya baru kesampaian bikin album penuh?
Avinnala Yunus: Sebenarnya kepotong COVID-19 sih kita jadi jarang banget latihan. Dan bassist terakhir kita itu cabut dan Brian join di 2020 jadi reset juga lah secara direction musik ada kepala baru. Nah mulai 2021 kita mulai writing lagi baru deh keluar single “Deafening Nonsense” dan “Iced Shaken Lemonache” di 2022. Terus kita memang aim mau rilis EP sebenarnya di 2023, tapi pas jalanin kayaknya bisa deh dijadiin album aja materinya banyak. Cuma ya challenging-nya biaya rekaman dan mixing-mastering itu mahal haha.
Kayaknya banyak ya band yang terkendala selama pandemi (who doesn't?) hahaha. Jadi sebenernya mah pada nabung materi ya, akhirnya ngendap banyak di 2023 ini. Nah tapi kan pada prosesnya tuh banyak lagu yang featuring sama orang-orang banyak, itu memang sudah bilang dari awal kalau mau featuring sama mereka atau justru setelah materi kalian rampung dulu?
Avinnala Yunus: Nabung materi dan menabung uang juga sih haha jadi pada nabung uang kas per bulan sama jualan merch buat bayar rekaman. Materi juga beda-beda prosesnya. Ada yang kita bawa sendiri dari rumah dan dikembangin bareng pas ngumpul, ada juga yang literally from scratch dari chord pertama bareng-bareng sampe melodi vokalnya juga. Soal featuring ada yang emang udah tau mau ngajak siapa, ada yang spontan aja ngajak karena ngerasa karakter vokalnya cocok sama materinya, ada juga yang nice try tuh kaya ke si Soupy haha.
Oh jadi sebenarnya sama Soupy itu jatuhnya nice try? Pas banget nyambung sama pertanyaan aku setelahnya. Kenapa sih milih Dan 'Soupy' Campbell buat diajak kolaborasi? Karena pertimbangan genre kah, atau karena nge-fans, atau apa? (catatan: Dan 'Soupy' Campbell adalah vokalis The Wonder Years, band pop punk asal Lansdale, Pennsylvania yang bernaung di bawah label Hopeless Records)
Avinnala Yunus: Iya shoot your shot aja reach out lewat DM Instagram sama email eh sebulan kemudian dibales. Simply karena gue pribadi ngefans berat aja haha inspirasi banget lah dia dan karyanya buat gue dan ngaruh banget ke cara songwriting juga.
Muhammad Oktabrian: Setuju sama Avin. Kebetulan The Wonder Years tuh salah satu band popang yang semacam ngasih tau saya kalau pop punk tuh bisa “dewasa” juga loh. Jadi cukup berkesan juga kolaborasi ini
Disini ‘dewasa’ tuh diartikannya gimana? Kematangan dalam musikalitasnya atau bagaimana?
Muhammad Oktabrian: Dua-duanya, kak. The Wonder Years rasanya bertumbuh kembang bersama kita. Pas aku masih SMA, liriknya tuh rada bodor. Terus pas aku kuliah, liriknya tentang gimana dia nggak fit in sama kehidupan dia sekarang. Album berikutnya gimana sekarang dia masih stuck di satu tahapan hidup sementara kanan kirinya sudah maju, gitu deh.
Avinnala Yunus: Yes mereka pionir “Realist Pop Punk” pada masanya haha lumayan fresh liat band pop punk ga melulu bahas cinta-cintaan cheesy.
Tapi dia berarti baik banget ya mau nanggepin, kalian emailnya sama DM nya bilang apa sih? Bocorin dong!
Avinnala Yunus: Iya kita kirim message awalnya kenalin diri dan pengen banget dia nyanyi di salah satu lagu baru kita karena kita ngefans berat sama dia. Nah tapi ga ngarep banyak kan paling ga dibales. Eh taunya dibales. Yaudah lanjut kirim-kiriman file lagu dan dia rekam sendiri di studio dan liriknya dia ganti-ganti beberapa.
Pas pertama kali kalian tahu kalau itu dibales kalian starstruck gak sih? Wkwk aku ngebayanginnya mah iya.
Avinnala Yunus: Gue nangis sih dan lumayan heboh tuh karena dibalasnya jam 2 pagi posisi lagi nongkrong di toilet haha.
Terus kan ada lagu yang sama Dandy Gilang ini ya, ini lucu buatku. “We Do Have Each Other” ft. Dandy Gilang yang sekarang berkebalikan dengan “We Don't Have Each Other” (ft. Dandy Gilang) (2019). Ini sengaja? Apakah secara isi lagu jadi berubah total? Yang berubah di bagian mana aja? Dan kenapa akhirnya mutusin buat bawain lagu yang ‘berubah’ ini bareng Dandy Gilang lagi?
Avinnala Yunus: Iya liriknya diganti karena udah gak relate sama lirik yg versi 2019. Sesimpel karena yang pertama udah bareng Dandy Gilang sih jadi pengen tetep sama dia lagi soalnya dia saksi juga gimana ceritanya berubah.
Boleh diceritain gak bagian mana yang berubah? And berubahnya ke arah lebih baik, kah?
Avinnala Yunus: Semuanya berubah itu kak liriknya haha tapi intinya yang “We Don't Have Each Other” itu fase belum ikhlas ketika ditinggal seseorang, “We Do Have Each Other” udah ikhlas jadi cara pandangnya beda 180 derajat.
Kita ke pertanyaan selanjutnya. Hubungannya lagu “Iced Shaken Lemonache” sama Deafening Nonsense tuh sebenarnya gimana sih? Aku nemu informasi begini, “"Iced Shaken Lemonache" secara konseptual merupakan awalan dari "Deafening Nonsense" Lagunya cenderung pendek dan masih dalam alur cerita yang sama dengan "Deafening Nonsense". Jika "Deafening Nonsense" adalah tentang penyesalan, maka "Iced Shake Lemonache" adalah tentang hubungan antara orang-orang yang memendam perasaan untuk menghindari konflik dan segala konsekuensinya, sehingga justru menempatkannya dalam situasi terburuk,” Coba jelasin dong, itu maksudnya gimana sih? Kayak bahasa sehari-harinya gimana, hubungan antara kedua lagu itu apa. Dan, kenapa duluan “Iced Shaken Lemonache” yang duluan dimasukkan ke album daripada “Deafening Nonsense”? Atau sebenarnya dua lagu itu tidak saling terkait?
Avinnala Yunus: Awalnya mau rilis berbarengan sebenarnya jadi kaya maxi-single gitu. “Iced Shaken Lemonache” tuh kaya intro doang sebelum masuk "Deafening Nonsense". Tapi setelah beberapa pertimbangan akhirnya dirilis sendiri-sendiri dan nggak nyangka malah pada banyak sukanya sama “Iced Shaken Lemonache”. Iya “Iced Shaken Lemonache”tuh tentang dinamika hubungan orang yang saling memendam demi menghindari konflik atau percakapan yang kurang nyaman. "Deafening Nonsense" adalah kelanjutannya. Penyesalan karena belum ada closure tapi orang yang dimaksud udah gak ada.
Ini based on real story? Siapakah yang dimaksud? Tapi kalau ndak nyaman jawabnya gapapa ya
Avinnala Yunus: Ini biar open to interpretation aja hehe
Sebelum tanya hal yang lain, mau tahu dulu dong, gimana perasaannya bisa kolaborasi sama Dochi Sadega di lagu “Pet Peeves”?
Avinnala Yunus: Sebenarnya kalo dipikirin rada aneh juga sih secara kita semua pas SMA dulu pasti pada ngefans ama Pee Wee Gaskins terus tiba-tiba ada beberapa lagu yg direkam di studio dia dan dia ngisi vokal juga. Orangnya woles banget ternyata dan dia emang suka sama materi-materi kita.
Itu awal pdkt ke Dochi-nya gimana tuh? Emang udah kenal duluan atau ngajuin apa gitu ke dia?
Avinnala Yunus: Udah kenal duluan sih dulu kan album discography kita dirilisin sama Knurd dalam bentuk kaset. Dari situ jadi sering diajakin main lah. Sama gue suka nulis artikel juga di website-nya Knurd.
Oalah begitu rupanya. Jadi gak karena baru kenal juga ya. Anyway, lagu ini tuh nyeritainnya tentang apa sih?
Avinnala Yunus: Terinspirasi dari temen-temen yang suka simping ke idolanya sih haha. Ya intinya tentang itu 😂
Hahahaha kalian simping ke siapa? Ini bisa konteksnya siapa aja ya?
Avinnala Yunus: Iya siapa aja haha kalau kita udah pada tobat sejak punya pasangan.
Next nih, Kalau disuruh ngereview lagu kalian sendiri nih, sebenarnya “Mr. Mice Guy” ini nyeritain tentang apa sih? Dari aspek komposisi dan lirik, sebenarnya kayak gimana kalau di mata kalian sendiri?
Avinnala Yunus: Lagu ini sebenarnya semacam tribute buat seseorang. Ada YouTuber polyglot gitu namanya Lao Shu, black american yang bisa banyak bahasa. Intinya interaksi dia sama orang hangat aja dan banyak mengisi waktu gue pas COVID-19 di rumah doang. Tiba-tiba dia meninggal kena serangan jantung jadi ya lagu ini semacam tribute buat dia. “We’ll carry on without you” spirit kemanusiannya bakal gue bawa terus.
Aaaaah kok sedih sih bacanya. Tapi pernah interaksi langsung by chat atau apa gitu gak sama dia sebelum meninggal?
Avinnala Yunus: Enggak, belum sempet tapi dia pernah belajar bahasa Indonesia juga tuh terus bikin videonya juga.
Untuk lagu “Sunny Day Real Nightmare”, ah aku cuma mau nanya dua, apa hubungannya lagu ini sama Sunny Day Real Estate? Aku beneran ketawa soalnya pas baca judulnya. Dan, jadi sebenarnya lagu ini dibuat untuk menceritakan apa?
Avinnala Yunus: Haha banyak plesetan-plesetan yang jadi judul lagu sih sebenernya iseng aja. Kaya lagu terakhir itu plesetan dari band The World Is a Beautiful Place & I Am No Longer Afraid to Die kan. Soalnya emang “Sunny Day Real Nightmare” itu liriknya dari hasil ngelamun di siang bolong pas lagi kerja. Jadi kayaknya judulnya pas aja juga.
Nah iya pas banget aku juga mau nanyain itu, apa hubungannya lagu terakhir sama band The World Is a Beautiful Place & I Am No Longer Afraid to Die? Wkwk. Kayak emang iseng aja motifnya sekedar melesetin atau emang ada inspired by?
Muhammad Oktabrian: Melesetin aja ye Vin, tapi judulnya sesuai isi lagunya. Kalau kata Petir, lagunya tentang istri yang suportif.
Avinnala Yunus: Dua-duanya sih plesetan tapi somehow emang cocok sama lagunya lol. Iya Petir (RK/eleventwelfth/sejuta band lainnya) pas denger berasa ini lagu tentang istri yg suportif katanya. Ada benernya sih pas nulis lirik ini emang berkaca ke diri gue yang kayanya gak akan bisa sejauh ini kalo gak ketemu istri gue. Tapi at the same time, liat bandmates gue yang pada baru punya pacar yang baik dan cocok sama mereka, jadi pada berubah ke arah yg lebih baik dan lebih hopeful aja outlook-nya dibanding sebelumnya (cc Brian dan Ayyub) wkwkwkwk. Somehow seru aja liat perubahan orang yang menemukan cintanya yang bikin mereka berkembang.
Anyway, for the next song, aku menemukan dan menyimpulkan informasi tentang lagu ini. “"Adulting Is Nothing” ft. Samuel Wullur menggambarkan pengorbanan dalam proses pendewasaan, di mana kita tanpa disadari kehilangan orang-orang berarti". Siapa kah itu kalau boleh tahu? Background story-nya bagaimana? Kalian milih buat kolaborasi sama Samuel Wullur dari Zeal tuh karena apa? Seneng gak kolaborasi sama beliau? Atau malah mumet? Wkwk
Avinnala Yunus: Iya lagu ini simpel tapi relatable aja. Tentang orang-orang yang hilang di proses/perjalanan hidup. Bukan karena berantem atau apa tapi ya udah ya hilang aja. Yang dulunya bisa ketemu dan main setiap hari dan kaya ada yang kurang kalau belum ketemu mereka ya, sekarang udah gak jadi bagian hidup kita lagi. Mungkin kesibukannya beda, udah ketemu circle baru, udah punya pacar, dll. Trus tau-tau dapat kabar orangnya meninggal lah, sakit lah, udah nikah lah, tinggal di ujung dunia lain lah. Kaya aneh aja yang dulunya deket banget tapi sekarang terasa normal udah jauh. Kalo sama Sam emang dari awal gue kepikiran harus ada featuring vokal yg karakternya beda buat di lagu ini. Trus beberapa kali nonton Sam di Indigo Moiré kayanya cocok. Ketemu pas nonton No Pressure, gue tawarin terus dia mau. Woles banget anaknya asik.
(Photo by: Prasetyo Genta)
Terus kalau misalnya nih, kalian diminta untuk ngerangkum “Deafening Nonsense” dan “Estimated Time of Separation” jadi sebuah kalimat/paragraf masing-masing, kalian mau nulis apa tentang lagu ini?
Avinnala Yunus:
Deafening Nonsense
You’ll get the most bitter taste of regret if you think that there will always be tomorrow and keep on procrastinating.
Estimated Time of Separation
We’re not destined to be together, and we both know our time will soon be over. But our moments meant the world and trust me it’ll impact our journey for the better.
Kita ke next song and maybe last karena yang TWIABP udah kebahas kan. Ngaku deh, Flowburn ini lagu cinta bukan? Kalau iya, ini kisah cintanya siapa?
Avinnala Yunus: Nah silahkan jawab lah Muhammad Oktabrian penulisnya
Muhammad Oktabrian: Kisah cinta saya kak wkwk. Ada masanya suka galau nggak jelas, tapi ketika disuruh usaha ya males juga; males udah usaha eh ga dapet, takut ditolak, dan lain-lain. banyak keraguannya juga deh. Inspirasi dari kisah nyata yang udah nyambung udah cocok eh ngilang. Jadi insecure sama diri sendiri juga. Gitu deh pokoknya.
Last question guys!!! Jadi secara keseluruhan, album ini maknanya apa sih buat kalian? Kalian puas gak dengan album ini? Apa yang kalian rasakan dengan animo yang kalian terima saat album ini rilis? Next-nya mau ngapain lagi?
Avinnala Yunus: Terlepas dari bagus dan enggaknya buat orang lain, album ini means a lot buat gue. Visi gue sama sound dan liriknya Cubfires yang gak kesampean di rilisan-rilisan sebelumnya akhirnya achieved di sini. Dan album ini juga jadi legacy yang kalo 10 tahun ke depan gue visit lagi, gue bisa bilang mimpi gue collab sama idola gue terwujud di sini dan ada buktinya jelas tinggal dengerin aja haha. Kaya masih gak percaya aja Soupy yang karya sama suaranya selalu gue dengerin dari jaman SMA, yang jadi car karaoke sama istri sehari-hari di perjalanan, yang gue tato di badan gue (istri juga ada tato lirik The Wonder Years lol), beneran nyanyiin lagu kita dan nulis lirik juga buat kita. Jadi apapun kata orang, album ini bakal selalu punya tempat spesial lah di hati gue. Btw menambahkan dikit biar kebayang kali ya, gue ngefans Soupy kaya Panji ngefans Mark Hoppus dan Brian ngefans Jeremy Bolm sih jadi ya kenapa gue se-terharu itu haha.
Panji Kusuma: Alhamdulillah PUAS dan HAPPY BANGET! Selain ini jadi album pertama yang gue buat, dari awal proses sampai bisa rilis pun gak expect bakal diapresiasi banyak orang kaya gini dan gak cuma dr temen-temen tapi sampe orang-orang di luaran sana yang dari antah berantah. Apalagi bisa kesampean featuring sama Soupy, bahkan anak-anak Summerlane pun pas ketemu nanya ke gue like "kok bisa Ji lo feat sama The Wonder Years?" 😂. And jujur dari awal berjalannya band ini sampai sekarang like I've got much more respect dari abang-abangan yang gue kenal-kenal dulu hahaha.
Ayyub Satrio: Jujur seneng banget, karena ini pengalaman pertama gua rilis album. Proses dari awal sampai akhir rekaman bener-bener seru dan berkesan. Kejutan-kejutan dalam prosesnya bikin album ini bener-bener surreal rasanya haha. Seneng banget bisa ajak pacar kolaborasi nulis lirik karena gua ga pernah pede buat nulis. Apapun respon pendengar sama album ini, gua mau berterima kasih terutama buat bandmates karena sudah sama-sam berjuang sampai akhirnya bisa rilis album ini!
Muhammad Oktabrian: Buat gue pribadi, album ini jadi reminder gitu kalau gue tuh masih bisa kok bikin sesuatu, dan masih bisa berkembang. I was a only mess, but now I'm an evolving mess anjay bjir cuakss. Kalau terkait animo, alhamdulillah kalau banyak yang suka. Buat gue pribadi (lagi), ketika ada orang yang bilang "anjir ini relate banget" tuh bikin gue lebih seneng dibanding ada yang review or gimana ya, karena gue beberapa kali merasa 'diselamatkan' oleh lagu dari beberapa band. Dan ketika gantian gue yang bisa membuat orang merasakan itu, jadinya kaya happy juga gitu. Next-nya mau tour Jepang lah kuy sambil bawa pasangan tapi seru kali ye.
- Puti Cinintya Arie Safitri