“Sajama Cut? Siapa dah?”
Ya, itulah bacot sok keren seorang siswi kelas 10, murid salah satu SMA Negeri di Jakarta Timur saat melihat selebaran poster pensi sekolahnya sendiri yang waktu itu diadakan oleh angkatan senior. Si cuek yang belum terlalu into myuziek selain Afgan—karena ganteng, Pee Wee Gaskins, The Trees And The Wild era Rasuk dan lagu warnet “Dear God”. Tambahin “Toxicity” deh. Mana tahu dia kalau saat itu ada istilah band independen. Lebih masuk akal lagi ketidaktahuan mutlak si siswi ini soal siapa itu Sajama Cut; wong Sajama Cut berdiri, dia baru berumur 4 tahun. Iya, ini aku lagi ngomongin diri sendiri. 1999, cuy. Mana tahu lah aku.
Cuma itu memori awalanku soal Sajama Cut. File lagunya nggak ada yang jual di toko beli .mp3 eceran Plaza Pondok Gede. Tapi nyantol gitu, kayak lucu aja. Sajama Cut, Sajama Cut. Sajama itu apa kok dipotong? Memori bodoh ini ada di alam bawah sadarku bertahun-tahun, time skip sampai akhirnya pagebluk datang. Bosen, di rumah aja tuh kan. Lalu sempat baca di zine tempat dulu aku menulis kalau Sajama Cut ternyata habis rilis lagu lepas dalam format kaset bertajuk “Kesadaran/ Pemberian Dana/ Gempa Bumi/ Panasea” dengan track sisi-B, “Lukisan ‘Plaza Selamanya, Leslie Cheung’ Melukisku Melukisnya”. Oh, hello again, Sajama Cut. Your name as an entity is still hilarious in my head. Tapi tetap saja, lagunya belum ku dengarkan. Sampai akhirnya, lepaslah “Adegan Ranjang 1981 ♥ 1982”. Aku suka yang jorok-jorok begini nih, gumamku. Ekspektasi awal, lagunya akan jenaka, gitu. Ternyata, momen itu adalah titik di mana aku bengong, berusaha memahami liriknya. Bokep estetika adiluhung. Kenapa stensilan nggak ada yang begini bahasanya? Am I missing something?
Dari situ, berangkatlah aku menasbihkan diri. Oke, aku suka Sajama Cut. Akan ku ulik semua. Aku mulai dari Apologia (2002), tentu. Si manis muram “Mari Bunuh Diri”. Lalu ke The Osaka Journals, berkenalan dengan orang Jepang yang jatuh, pindah album selanjutnya, menemukan “Paintings/Pantings”, dan sebagainya. Standar poser pokoknya. 16 Oktober 2020, bom bernama Godsigma jatuh di pelataran Spotify-ku. Meledak, berantakan. Hingga kini, jumlah scrobbles album Godsigma-ku di last.fm tercatat sebanyak 593. Agak creepy ya. Aku kaget juga pas cek untuk menulis bagian ini.
Band nyaris kultus ini dipimpin oleh multi-instrumentalis Marcel Thee yang tidak pernah terlihat menua (Apakah ia makan bayi? Entah). Anggota terkini mencakup Dewandra Danishwara, Arta Kurnia, Daniel Hasu, Aldrian Risjad, dan Adam Rinando. Dengan perubahan formasi ini, tidak terasa jauh berbeda dengan formasi sebelumnya. Hal ini pada akhirnya menjelaskan secara terang bahwa Sajama Cut adalah salah satu band indie Indonesia berpengaruh yang mendapat banyak pujian baik dari media, pendengar, bahkan kritikus. Album Godsigma masuk dalam daftar 5 album teratas menurut VICE dan The Jakarta Post.
Sajama Cut sendiri rupanya memiliki sebentuk helatan yang diberi tajuk “Recollecting”, pertama kali diadakan pada 2016. Si acara "Recollecting" ini kemudian dihadirkan kembali untuk ke empat kalinya. Di acara Recollecting #4 ini, Sajama Cut menggandeng Yayasan Kasih Pinjem (Yakapin). Untuk yang belum mengetahui Yakapin itu apa; Yakapin adalah aksi filantropi ugal-ugalan di bidang audio. Dikutip dari Media Indonesia, vokalis dan gitaris Alpha Mortal Foxtrot dan pemilik Yakapin, Wiku Anindito menjelaskan, "Yakapin atau Yayasan Kasih Pinjem adalah entitas yayasan abal-abal yang diprakarsai Alpha Mortal Foxtrot untuk mewadahi aksi filantropi ugal-ugalan mereka di bidang musik. Aktivitas mereka cukup beragam, mulai dari menginisiasi micro gigs berkala dengan nama 'Menyongsong Nah Ini Dia' serta berbagai micro gigs lainnya bersama dengan beberapa kolektif lain, hingga menjadi sponsor terhadap proses recording, mixing dan mastering berbagai band di Jabodetabek, Mojokerto dan Lombok.", jelasnya.
Sajama Cut membawakan album Godsigma yang ya ampun cakepnya itu secara penuh bersama mantan personel mereka (minus Hans Citra Patria yang sedang ditimpa tangga korporat). Tak hanya itu, selain Sajama Cut dan Alpha Mortal Foxtrot, "Recollecting" kali ini juga dimeriahkan oleh dua band yang lagi hype di kancah musik lokal, yaitu Dongker dan Skandal. Nggak cuma mau memberikan kesempatan untuk band Jakarta saja yang tampil, "Recollecting" juga ingin memberikan ruang bagi band-band keren dari luar ibukota. Acara digelar Minggu, 2 Juni 2024 di Krapela, Row 9, Jakarta Selatan. Besoknya Senin.
Acara agak terlambat dari perencanaan. Bahkan sudah lewat setengah jam pun belum ada tanda-tanda acaranya akan mulai. Seperti biasa, aku menunggu dengan merokok. Sesekali aku nge-tweet dan bikin Instagram Story. Tidak lama, ada reply dari salah satu kru Alpha Mortal Foxtrot untuk bertemu denganku. Aku masuk Krapela. Setelah ngobrol kesana kemari, ada Wiku Anindito. Kami bertegur sapa dan dengan suara lembutnya ia meminta maaf karena acaranya terlambat. Wiku being Wiku, very humble.
Tidak lama, acara dimulai. Alpha Mortal Foxtrot didapuk menjadi penampil pertama. Seperti biasa, mengaku jarang ketemu sesama personel tapi mainnya bagus. Sialan memang mereka. Penonton masih agak jarang-jarang, namun mereka semua diinvestasikan waktunya untuk menikmati penampilan dari Alpha Mortal Foxtrot. Alpha Mortal Foxtrot membawakan beberapa rilisan mereka yaitu “The Pursuit of Emptiness”, “Oceanview”, “Spectrum”, dan "No One Will Talk About Us (No One Will Owe Us Anything)”. Tidak hanya membawakan lagu mereka sendiri, Alpha Mortal Foxtrot juga mengaransemen ulang salah satu lagu Sajama Cut. Sebelum membawakan lagu "Season Finale" dari album The Osaka Journals milik Sajama Cut, band Alpha Mortal Foxtrot memberitahukan bahwa mereka terlebih dahulu meminta izin kepada vokalis Sajama Cut, Marcel Thee. Penampilan mereka pun diakhiri dengan lagu tersebut.
Penampilan selanjutnya diisi oleh Skandal. Penonton mulai bersemangat dan dinamis. Ada yang bersahutan “aaaaa” saat “Superfine” dinyanyikan untuk membuka penampilan. Ada yang sing along, ada yang sibuk membuat rekaman penampilan mereka. Riuh rendah suara yang selalu aku suka ketika menikmati helatan intim. Selain itu, repertoar mereka malam itu cukup menarik. Membuat semua bernyanyi. Setelah “Superfine”, mereka membawakan beberapa lagu dari EP Dengar yaitu “Mimpi”, “Dengar”, dan ”Utara”, lalu “Singkat” (lagu ini belum dirilis), “Racau”, “Stay Slay Slack”. Di sela-sela penampilan Yogha Prasiddhamukti berkata bahwa ini adalah gigs pertama Skandal di Jakarta dalam kurun waktu 2024 dan juga sebuah ‘kunjungan kebudayaan’ karena datang ke Krapela. Seperti ada yang kurang kalau tidak ada teriakan penonton minta dibawakan lagu “Lemon”. Akhirnya, “Lemon” dibawakan dan penampilan ditutup dengan lagu “Percuma”. Penonton sing along lebih antusias dari semua lagu yang dibawakan. Sampai ada yang crowd surfing. Aliran energinya besar sekali, memenuhi ruangan.
Lantas, naiklah Dongker ke panggung. Penampilan Dongker menjadi puncak energi para penonton, setelah sebelumnya Skandal telah menghangatkan suasana. Ini merupakan penampilan perdana Dongker di Jakarta setelah merilis album penuh pertama mereka, "Ceriwis Necis". Setlist Dongker memadukan lagu-lagu lama yang familiar dengan lagu-lagu baru dari album "Ceriwis Necis". Kalau boleh jujur, aku kurang suka Dongker. Maksudnya ya kayak dengerin doang aja okay, tapi tidak ngefans. Aku hanya berusaha menikmati penampilannya saja. Mereka membawakan “Sepenggal Sadar”, “Luka di Pelupuk Mata”, “Jalinan di Antara Dosa”, “Balada Gehel”, “Merusak Kesenangan”, “Tuhan di Reruntuh Kota” dan “Bertaruh Pada Api’. Itu saja lagunya yang aku tahu.
Terjadi sebuah fenomena geuleuh (re: menjijikkan) di dekatku di tengah-tengah aku menikmati Dongker: ada yang bau ketek, anjrit! Bukan, bukan personel Dongker. Penonton. Ini 2024 jir, kalian bisa beli tiket Recollecting #4 tapi deodoran aja nggak kebeli? Setengah mampus aku menahan mual karena baunya kuat sekali. Tak lama baunya hilang, sepertinya orangnya pindah ke belakang atau mandi susu, entahlah. Benar-benar definisi merusak kesenangan.
Aku baru menyadari paska Dongker tampil, penonton banyak yang sudah pulang. Aku keluar sebentar untuk merokok. Ternyata hal yang kulakukan itu membuatku terlambat satu lagu Sajama Cut!!! Lagu yang pertama dibawakan adalah “Adegan Ranjang 1981 ♥ 1982”. Setlist dibawakan berurutan dari album Godsigma, tapi ditutupnya hanya sampai “Terbaring Di Pundak Pesawat, Termakan Api, Terlentang, Tersenyum”. Kalian harus tahu bahwa walaupun tersisa sedikit penonton (lebih dari setengahnya sudah pulang), penonton yang tersisa jelas adalah anggota kultus Sajama Cut. Ada yang mimisan tertendang saat crowd surfing tapi ia tetap menikmati acaranya—ia memakai kaos bertuliskan “kusarankan kulum kembali” di belakang. Jelas ini fans sejatinya. Hahaha. Ada pula yang lebih hafal lirik lagu seluruh lagu yang dibawakan dibandingkan Marcel Thee-nya sendiri. Lalu ada juga nyanyi happy birthday untuk salah satu personel Sajama Cut.
Tak hanya membawakan Godsigma, ternyata setlist dipanjangkan. Diisi dengan “Speak in Tongues”. “Alibi”, “Fallen Japanese”, “Paintings/Pantings”, “Less Afraid”, dan balik lagi ke lagu bokep estetika adiluhung kita, “Adegan Ranjang 1981 ♥ 1982”. Harusnya lagu ini yang menutup penampilan. Tapi semua penonton bersorak ingin “Mari Bunuh Diri”. Ku lihat jam, aku tidak bisa lama-lama. Akhirnya lagu kesukaan ini harus ku skip karena aku harus pulang.
Kusarankan Sajama Cut manggung kembali (jangan ngaret).
- Puti Cinintya Arie Safitri