Loading...

Sekilas Pandang Tentang Distribusi Musik Digital

Tulisan singkat tentang peran Label/Artist, Distributor, dan Digital Service Provider (DSP).
Photo by: Brian Hemian
"Oh distribusinya titip ini aja..."
 
Sering denger kalimat di atas? Sama. Bagi kita yang ben-ben'an, bikin lagu sampai rekaman tuh udah susah. Belum lagi makan waktu dan biaya. Jadi terkesan wajar kalo kita seringkali menepikan hal-hal di luar musik. Ya publisitas, ya tetek bengek pemasaran, ya hak-hak atas aset kita.
 
Termasuk: Distribusi Musik.
 
Padahal bab ini penting sekali, terutama di era digital. Kadarnya hampir serupa dengan bikin lagu itu sendiri. Gak usah ngomongin duit dulu, minimal mengamankan hak cipta masing-masing serta keperluan dokumentasi kalian sendiri.
 
Nah, gimana sih alur pertetek-bengekan distribusi musik?
 
Okay, let’s dig deeper.
**
 
Skema Distribusi Musik Digital
 
Secara garis besar, distribusi musik digital punya 3 stakeholders: 1) Artist/Label, 2) Distributor, 3) Store.
 
a. Artist/Label
Artist dan Label adalah pihak yang memiliki hak atas master rekaman.
Jika artist tidak terikat oleh label manapun, maka dia adalah label untuk dirinya sendiri. Understood?
 
b. Distributor
Distributor adalah pihak yang bertugas mendistribusikan musikmu ke kanal-kanal digital/Store/DSPs. Sering juga disebut Aggregator.
 
Ada banyak sekali distributor. Namun saya pribadi membaginya menjadi dua (2) model:
 
- DIY-based Distributor: Full self-Service. Biasanya tinggal bayar-unggah, selesai. (Meskipun beberapa punya model persen’an). Mereka biasanya tidak punya servis tambahan seperti marketing/promosi. Alias, full distribusi doang.
Contohnya: TuneCore, CD Baby, DistroKid, dan banyak lainnya.
 
- Label-based Distributor: Untuk artist/label yang butuh servis lebih dari sekadar distribusi. Biasanya pakai sistem persen’an dan pakai kurasi yang lumayan ketat. Sebagai gantinya, mereka menawarkan servis seperti marketing-promosi untuk memaksimalkan rilisanmu di DSP-DSP.
Contohnya: Believe, INGrooves, dsb.
 
c. Store/DSP
Store adalah toko tempat musikmu diputar. Biasanya disebut Digital Service Providers (DSP). Formatnya bisa Streaming dan/atau Download. (Yang ini gak perlu dijelaskan to?)
 
Secara penggunaan, DSPs sendiri dibagi menjadi dua macam:
1) Interactive DSP, di mana pengguna bisa memilih musik yang diputar, dan
 
2) Non-Interactive DSP, di mana berlaku kebalikannya, macam radio di mana pendengar tak bisa memilih lagu yang diputar.
 
Spotify, Apple Music, dan YouTube adalah jenis pertama.
Pandora dan SiriusXM merupakan yang kedua.
 
Clear enough?
 
 
Kalau digambar, kira-kira begini skemanya:
 
Artist/Label -> Distributor -> Store
 
Gimana cara bekerjasama dengan distributor? Untuk DIY-based, biasanya langsung bisa daftar melalui website mereka. Jangan lupa siapin kartu kredit untuk pembayaran dan rekening digital cem Payoneer atau PayPal untuk pencairan royalti.
 
Sedangkan untuk label-based, ada dua skema: 1) Ditawarin sendiri sama mereka, atau 2) Mengirim email/surat ke website atau customer support mereka. Either way, mereka akan menyodorkan kontrak dengan durasi standar 1-3 tahun, berikut berbagai regulasinya. (Plus biasanya bersifat eksklusif).
 
Di lapangan…
Seperti di paragraf awal, kadang artist/band sudah terlalu sibuk dalam berkarya. Ini membuat mereka menafikan beberapa lini produksi, termasuk soal distribusi. Alih-alih bikin akun/bekerjasama direct dengan distributor, mereka mengambil jalan praktis:
 
Titip distribusi ke temen sendiri dan/atau orang lain. Alias, Agen.
 
Agen adalah pihak yang punya akses direct ke sebuah distributor. Jadi mereka punya akun untuk menampung rilisan-rilisan-mu di sana. Di mana kedudukan Agen? Yaps… ada di tengah-tengah artist/label dan distributor.
 
Artist/Label -> Agen -> Distributor -> Store
 
Kepraktisan itu tentu punya harga, alias ada biaya tambahan untuk agen. Bisa dibayar di depan atau dipotong royaltimu. Biasanya sih artist-artist itu, terutama yang entry-level, akan rela-rela saja. Toh penghasilan streaming juga tak terlalu besar Ya kecuali kamu Pamungkas, ya.
 
Apakah titip ke agen– instead of mengelola sendiri mastermu– tidak disarankan? Ya tergantung sih. Tiap artist kan beda kebutuhan. Tapi saran saya, hal-hal berikut harus dibereskan sebelum titip ke agen. (Bahkan jika itu temanmu sendiri).
 
a. Pelaporannya
Gimana format & jangka waktu pelaporannya? Per bulankah? Per tiga bulankah?

 
b. Potongan Royaltinya
Berapa sharing-profit dengan agen tersebut? Misal: 70:30, apakah itu bersih, ataukah masih ada potongan dari distributor sebelumnya? (Ingat, agen adalah pihak yang menghubungkanmu dengan distributor).

 
c. Aksesibilitas terhadap mereka
Gimana ngontak mereka kalo ada apa-apa? Dari rekues sehar-hari cem ganti metadata, claim, release claim, sampai takedown.

 
d. Servis tambahan yang bisa mereka provide selain distribusi (Jika ada)
Dan jika ada, apakah mereka menyediakan servis tambahan di luar distribusi? Misal: Jasa rilisan pers dan penyebarannya hingga content-making.
 
 
Bukan apa-apa, seperti yang saya bilang di awal, banyak kasus yang terjadi aklibat penyelewengan master ini. Sebagian besar murni kesalahan dari artist/band itu sendiri.
 
Semisal, ada kasus di mana band gak dapet laporan pendapatannya sama sekali. Mereka tahunya lagu-lagu mereka ada di DSP dan streaming-nya gedhe, tapi ga pernah mendapatkan hak-haknya. Padahal kalau dicek, mereka berhak mengantongi duit yang jumlahnya bisa buat rekaman 1 EP.
 
Lalu ada lagi kasus di mana hak master diembat alias, diaku-akui oleh orang yang tidak berhak. Biasanya orang ini adalah tangan kanan si artist/label. Ini diperburuk dengan fakta bahwa akun dan rekening yang terdaftar di distributor adalah atas nama orang tersebut. Ruwet to?
 
Waktu dikontak, beragam alasan muncul sampai satu ketika, nomornya di-block. Lha masternya? Ya tetap under mereka, beserta duitnya.
 
Tentu kasus semacam ini bisa disengketakan. Distributor-distributor– setahuku– juga proaktif dalam hal ini. Namun alangkah baiknya urusan ini diselesaikan di awal. Biar gak ada salah paham dan gak repot ngurusin ini-itu di belakangnya. Ya tho?
 
Secara pribadi, saya lebih mending punya akun dan mengelola rilisan-rilisan saya sendiri. Selain datanya bisa saya cek real-time, juga mengurangi peran pihak-pihak tambahan yang menghambat keperluan. Ya emang sih lebih repot, tapi seenggaknya saya punya kendali penuh akan aset-aset tersebut.
 
Intinya sih, kamu harus tahu bagaimana aset-asetmu dikelola. After all, itu adalah buah karyamu tho?
 
Okay segitu saja bab distribusi musik ini. Emang singkat sih, tapi semoga bisa kasih beberapa insights dalam mengarungi derasnya digital ini, wkwkwk. Dan ya, perdigitalan ini luas banget scope-nya. Distribusi hanya satu di antaranya. Kita belum membahas hak cipta songwriter, sistem per platform, sampai tetek bengek royalti di dalamnya.
 
Semoga bisa disambung ke depannya.
 
Cheers!
 
-KMPL-

Tentang Penulis
Mz-mz editor yang hobi menyunting naskah nak-anak children lebih cepat dari progres uripnya.
View all posts