Loading...

Good Nature & Menemukan Turnover Yang Lain

Satu-dua hal tentang album ketiga Turnover yang “dewasa”.
Cover by Turnover
10 dari 10 teman pasti menyebut album Peripheral Vision kala mendengar nama Turnover. Saya maklum. Album itu memang semacam montase kesedihan dan ratapan anak indie 2015-an. Sepuluh manusia di atas mengaku pernah mendengarkan “Cutting My Fingers Off” di pojok kamar; sembari menangisi kisah cinta dan nanar-pedihnya hidup mereka.
 
Sayangnya (atau untungnya), saya tak pernah mengalami romantisme tersebut.
 
Saya adalah penggemar Austin Getz dkk. yang terlambat; baru menemukan mereka di tahun 2022. Awalnya dari kafe dekat rumah bernama Kopicab. Teman saya, barista di sana, suka memutar Turnover– terutama, tentu saja, album Peripheral. Namun satu waktu, muncul trek yang begitu lain dari konsepsi band tersebut di kepala saya.
 
Ia berjudul “Super Natural”.
 
Lagu itu adalah pembuka dari album ‘Good Nature’. Satu nomor yang begitu bright, optimistic, namun tetap rendah hati. Batin saya, “Trek pembukanya saja sudah seperti ini. Gimana lainnya ya?” Tak butuh waktu lama untuk saya menyiapkan ritual; menyendiri guna mendengarkan album itu secara penuh.
 
Segera saya berkenalan dengan trek-trek di dalamnya. Misalnya ada “Sunshine Type” yang sejak hari itu saya dapuk sebagai teman morning walk saya. Begitupun “Butterfly Dreams”, “Curiosity”, dan banyak lainnya.
 
Termasuk "Pure Devotion", yang merupakan 1 lagu cinta paling baik yang pernah saya temukan.
 
Lagu ini ada di urutan keenam (Plus tidak ada di daftar teratas Spotify mereka). Sedari verse pertama, ia sudah bikin saya tercengang: “Do you think that you'll love me even when the lovin' hurts? You're captivated by a beauty that I didn't earn.” Saya membayangkan mereka menulis lagu ini sehabis mendengarkan “When I’m Sixty-Four” (The Beatles) dan “Enough to Let Me Go” (Switchfoot). Lalu melihat sekeliling dan terinspirasi melakukan hal serupa dengan ingar-bingar mereka sendiri.
 
Hasilnya? Satu dosis kesenduan paling romantis untuk kita semua.
 
Kekaguman itu semakin besar seiring lagu ini berlanjut. Seiring chord-chord open string itu berbunyi, dan seiring isian manis shimmering khas mereka yang anggun melapisi vokal warm Austin. Hal yang membuat kita lupa bahwa ini adalah band sama yang mengumpat kalimat, “I don't want to waste away another cell on a memory… When you're just another meaningless lover”.
 
"Where Peripheral Vision is when the adolescent part of my experience was ending and about the questions I had about life during that time, ‘Good Nature’ attempts to answer them,"
 
“I would definitely say that ‘Good Nature’ is kind of a response to ‘Peripheral Vision’ because it's basically just from two completely different eras of my life."
- Austin Getz
In line dengan sang frontman, seisi album ini adalah jawaban atas pertanyaan-pertanyaan remaja depresif di era Peripheral Vision. Tidak ada ratap-kutukan tentang kisah gagal atau 'memotong jarimu demi sebuah cinta'. Semua itu berganti pada penerimaan. Self-acceptance. Nrimo ing pandum kalau dalam bahasa Jawa.
 
Kenapa bisa begitu? Austin menghubungkannya dengan keadaan personalnya saat itu, “Aku baru saja move ke daerah pedesaan, menjadi vegan dan mengambil waktu untuk membaca dan beraktivitas… menghabiskan waktu lebih lama di alam bebas.” Dalam periode ini, mereka getol mendengarkan George Harrison, Pet Sounds (The Beach Boys), hingga satu-dua bossa nova. Hal-hal tersebut, menurutnya, memengaruhi proses kreatifnya hingga menghasilkan album ini.
 
Maka, jika Turnover membuat lagu cinta, ia adalah cinta yang “dewasa”: tanpa pamrih, pula menerima bahwa kehilangan adalah bagian tak terpisahkan darinya. Dan semua itu tergambar sempurna pada chorus se-legawa ini:
 
“I would never ask for you to stay
Won't expect you to come with me
If you wanted to go a different way
Then I'd give you whatever you need”
- Pure Devotion
-KMPL-
 
 
 

Tentang Penulis
Sepertinya Admin 1.
View all posts