Saya tidak pernah mengenal Cema secara personal, tapi tanggal 2 Juni 2022 kemarin dia baru saja merilis lagu “Friends” yang menurut saya sangat menginterpretasikan beliau di media sosial. Dan ajaibnya, lagu ini menjadi lagu favorit saya dari sekian banyak lagu bahkan album Being Okay yang dirilis 2021 olehnya.
Jujur saja saya baru mengetahui ada entitas seperti Cema ini awal tahun kemarin, dikenalkan oleh seorang musisi juga dari kota asal saya Tulungagung, All Birds are Onion. Usut punya usut mereka pernah satu panggung ketika Onny (All Birds are Onion) bertandang ke Surabaya.
“Wah kayak Pamungkas tapi better.”
Respon saya ketika pertama kali mendengarkan Cema. Bukannya saya tidak suka musik ala-ala Pamungkas, tapi saya belum menemukan alasan yang pas kenapa saya harus memasukkan lagu-lagunya ke dalam playlist saya (tentu saja terlepas dia pernah jatuh dari kursi di atas panggung hehe). Saya akui kalo Pamungkas itu jenius, terbukti dengan lagu-lagu yang sudah ia rilis. Tapi dari mendengarkan Cema saya langsung tau kalo dia juga jenius dalam meracik lagu-lagunya, musiknya terasa penuh dengan lirik-lirik yang selalu jujur kepada dirinya sendiri.
Tentu saja saya tidak mau menikmati lagu-lagu Cema sendiri, layaknya orang Jawa pada umumnya saya melakukan tutur tinular kepada seorang teman bernama Randy Kempel yang kita semua mungkin tau beliau siapa. Kita berdua sepakat kalo Cema ini salah satu musisi Jawa Timur yang patut diperhitungkan kualitasnya. Tidak lama kemudian pun Kempel (Admin 1, red) me-review album Cema Being Okay yang bisa dibaca di web ini pada lama Terpapar! Kabar - Februari 2022. Silahkan dibaca sendiri untuk lebih lengkapnya.
Kembali kepada lagu “Friends”, bukan tanpa alasan saya menyebut lagu ini sebagai track favorit dari Cema. Alasan yang paling utama adalah dari mendengar lagu ini kita bisa tau kalo Cema sudah sukses lepas dari stigma “seperti Pamungkas”. Entah itu berkat review dari Kempel sebelumnya yang mungkin dia sudah baca atau mungkin dia sadar Cema perlu mencari karakter yang tepat untuk dia meskipun saya tau dia sudah punya karakter.
Tetap dengan lirik yang sederhana, “Tak terlalu puitis, namun juga tak picisan.” kalo kata Kempel, ditambah musik yang menurut saya simple tapi complex. Mungkin saya sangat berterima kasih kepada Mas Valdy (@namasayavaldy) yang kalo saya baca sejarah lagu ini beliau jadi orang yang membuat menjadi seperti yang sudah dirilis. Suwun sing akeh sam!
Mendengar lagu ini saya tau bahwasannya ini adalah lagu sedih, tapi tidak bisa saya pungkiri isian melodi gitarnya membuat saya bergoyang. Sensasinya memang aneh ketika kita bersedih tapi dipaksa untuk sedikit goyang, setidaknya lagu ini bisa menjadi soundtrack yang tepat untuk campaign yang pernah saya buat ketika masih di Malang, “Selamat Menikmati Kesedihan”.
-Dimas G. Narendra