Drizzly. X Moongazing and Her - Best Prom Ever (Split EP)
Awalnya, saya berpikir bahwa Drizzly. dan Moongazing and Her adalah unit musik yang mengusung genre twee pop. Nyatanya, setelah sedikit diskusi dengan mas Alfan Rahadi, mereka menyemarakkan ranah musik arus pinggir dengan semangat twee dan sweet-nya secara khusus. Dalam diagram Venn pergenrean yang ruwet itu, mereka masuk dalam lingkup alternatif/indie-pop. Baiklah. Saya sepakati. (I’m always bad at genre categorizing).
Pertama kali mendengar nama Drizzly. itu pada saat saya di Bandung. Mereka sekali bertandang ke Bandung, saya nonton langsung. All-female band. Trik jitu yang selalu berhasil menarik perhatian saya. Isinya memang perempuan-perempuan manis nan piawai dalam bermusik. Kalau Moongazing and Her, jujur saja tidak banyak yang saya ketahui tentang mereka. Sehingga saya tidak bisa berkata banyak.
Baru-baru ini, mereka berbagi sebuah entitas pendek bertajuk Best Prom Ever. Entitas pendek ini durasinya sangat ringkas. Masing-masing dari mereka mengemban dua lagu. "We’re on a Date!" dan "Rain Beads" oleh Drizzly., sedangkan "Head Over Heels" dan "While It Lasts" oleh Moongazing and Her. Saya nyaris tidak bisa membedakan satu sama lain, mana Drizzly., mana Moongazing and Her. Rasanya mereka bak pinang dibelah kapak. Kapaknya tajam dan presisi, belahannya rapi sekali. Saya terpana.
Jika harus memilih, saya menjagokan “Head Over Heels”. Suka saja. Tidak machteh (ya lagian bukan makanan juga, tapi kalau lagu ini adalah sebentuk cupcake, saya akan menilai demikian). Saya mengagumi bagian gitarnya. Mau bilang seperti Fazerdaze tapi ya enggak juga, sih. Alvvays mungkin, ya. Karakter vokalnya saja yang berbeda. Sedangkan kalau dari bagian Drizzly., saya paling suka “We’re on a Date!”. Mereka tidak meninggalkan ciri mereka sama sekali. Persis seperti saat saya mendengarkan lini mereka yang bertajuk “If We Know Each Other Well Enough, Maybe We Can Go on a Date”. Senang rasanya mendengar hal yang berbeda tapi familiar. Apalagi secara judul seperti berkesinambungan. Cerdas.
Drizzly. dan Moongazing and Her sama-sama tidak terkesan terlalu centil juga. Jadi, untuk kamu yang ingin menambah lagu-lagu manis yang tidak terkesan cengeng, mereka adalah duo dinamik yang tepat untuk kamu selipkan ke daftar putar kamu.
- Puti Cinintya
People Of The Sun – People Of The Sun (EP)
Saya selalu sangsi dengan supergrup.
Ini personal, namun kita tahu ada begitu banyak supergrup atau proyek kolaborasi bintang yang sebenarnya “biasa saja”. Beberapa malah medioker. Dan inilah asumsi yang pertama muncul kala mendengar bahwa para member ElectricBird, Sinletto, The Flintstones, & beberapa project lainnya membentuk sebuah maha-kolektif bernama People Of The Sun.
Single pertama mereka, “Disintegration” menguatkan praduga saya. Tembang modern rock mereka tak begitu berkesan. Begitupun nomor kedua, “Disdain” yang bagai-pinang-dibelah-dua. Pada titik itu, saya menyerah pada kredo “Ini semua soal selera.” Para bani matahari ini jelas bukan cangkir teh saya.
Setidaknya saat itu.
Titik baliknya adalah acara FaFiFest yang saya gagas bersama wankawan Terpapar!. Mekdi (Admin 13) mengusulkan nama mereka saat saya tanya rekomendasi penampil. Mengesampingkan impresi pertama tadi, sayapun setuju. Toh, impresi saya bisa salah tho?
Dan saya bersyukur: Live mereka yang apik itu mengubah pendapat saya. Saya mungkin tetap tak suka dengan 2 lagu di atas, namun lewat live itu saya melihat mereka lebih dari sekadar proyek gangbang. Ini, terutama, tercermin dari lagu terbaik sekaligus tersulit mereka, “Ingenue”. “Buseeeet! Wani yo nggawe lagu koyok ngene,” kata saya dalam hati saat menonton mereka memainkan lagu ini. Anda (atau setidaknya saya) yang menyukai arena rock macam Queen dan Journey pasti langsung terkesima dengan lagu ini. Di dalamnya terdapat nuansa vokal Steve Perry-esque serta harmoni-harmoni gitar yang mengingatkan kita pada Brian May. Sebuah lagu yang tak hanya butuh nyali, namun juga modal musikal di atas rata-rata untuk menulisnya.
Tak hanya itu, saya juga tertarik dengan trek berjudul “Madness”. Dari segala rupawarna modern rock mereka, lagu inilah yang paling nyantol di telinga. Mungkin karena ia mengingatkan saya kepada satu-dua rilisan Muse, ya. Selain itu, saya juga menyukai lagu berbahasa Indonesia mereka, “Tetaplah Pulang”. Ia adalah sebuah ballad melankolis yang punya vibes-vibes Coldplay era Parachutes & A Rush Blood in the Head; rupa indie-rock Chris Martin dkk. yang selalu kita rindukan itu.
Okay, secara keseluruhan, album serbaneka macam ini jelas punya pro-kontra. Mereka yang oposan akan bilang jika ia directionless, semacam semburat orgasme musikal tanpa konsep matang. Namun mereka yang mendukung pasti akan menanggapi dengan santai. Toh seseorang, terlebih sebuah grup dari berbagai latar belakang, jelas terlalu kompleks untuk diseragamkan warna musiknya.
Saya sendiri berada di tengah-tengah-rada-pro-dikit. EP ini memiliki materi yang saya nikmati, terutama dengan lagu-lagu yang menantang secara musikal seperti "Ingenue." Produksinya juga sangat baik. Namun, di sisi lain, ada lagu-lagu yang mungkin tidak begitu berkesan. Kita bahkan belum membahas liriknya. Sekali lagi ini selera, namun gubahan-gubahan mereka cukup lugas dan tidak memberikan sesuatu yang baru. Kata-kata seperti “Absolution” dan “Supermassive” jelas tak membantu. Setidaknya itu yang saya rasakan.
Namun lebih dari itu, saya rasa POTS adalah unit yang patut diwaspadai kiprahnya. Saya pribadi menunggu kejutan-kejutan apa lagi yang akan mereka sajikan. Saran saya: burulah live-nya dan doakanlah nasib baik selalu menyertai mereka. Bukan apa-apa, musik POTS terlalu sayang dibiarkan bergema di ruang-ruang kecil.
Yes, they do deserve a stadium to perform.
-KMPL-
Sampurna - thissongistotallynotcalledomg!
Sampurna seorang solois entah darimana ini merilis lagu yang bisa dibilang nyeleneh dengan judul thissongistotallynotcalledomg! yang sudah bisa didengarkan di semua platform streaming.
Lagu yang terdengar catchy dan ngasal ini bisa dibilang menarik, kenapa? Ya, karena kita akan merasa fun ketika mendengarkan lagu ini. Intro yang penuh distorsi, chord yang kalo didengarkan sebenarnya melankolis, lirik yang deep meskipun Sampurna sendiri merasa menulis lagu ini dengan spontan, uhuy!.
Usut punya usut, lagu ini awalnya berjudul “OMG!” yang bisa dipastikan orang akan lebih familiar dengan New Jeans (yeah, who doesn’t know them?), yang akhirnya membuat Sampurna merubah judulnya menjadi sangat sulit itu. Apakah Sampurna fans New Jeans? Jawabannya tidak, Sampurna adalah fans berat mereka bisa dibilang sekelas fans militan klub sepak bola dari Inggris (re: MU).
Walaupun musik yang diusung adalah alternative rock, pada bagian akhir lagu kalian akan mendengarkan part paling serius dari lagu ini. Sedikit jazzy, sedikit reggae, dan sedikit rap dengan lirik yang menurut saya pribadi sangat mutakhir untuk sebuah musik yang dirilis di 2023 ini. Tenang saja, sebelum lagu dengan judul belibet ini, Sampurna sudah merilis beberapa lagu dan yang patut kalian dengarkan adalah dengan judul “Cranbbery Fever”.
- Dimas G. Narendra
In Inertia - Sincere
Godspeed You! Black Emperor sedikit banyak punya ‘kembaran’nya di ranah lokal. Kalau saya tidak salah, ya. Soalnya, pertama kali mendengar lagu ini, saya langsung teringat bagaimana atmosferik lagu-lagu Godspeed You! Black Emperor yang panjangnya setara dengan durasi film pendek tersebut. Hanya saja, In Inertia dalam pengamatan saya lagunya tidak panjang-panjang amat. “Sincere” ini saja hanya berdurasi 5 menit 29 detik. Bebunyian meruang khas unit musik yang menggadang post-rock terasa sangat kental di sepanjang lagu, dan semakin teramplifikasi terutama di menit empat. Tidak perlu ada vokal. Begini saja sudah membuat kupingmu meledak (dalam konteks positif!). Istimewanya, lagu ini sangat amat cocok di-looping berulang-ulang sampai modar. Cobalah, karena saya sendiri sudah putar ulang lagu ini sekitar… (menghitung) ah, 10 kali selama menulis ulasan ini. Benar-benar ciamik. Oh, kalau kamu suka album Route One-nya Sigur Rós. kamu juga bisa menemukan warna serupa di lagu ini. Walau tidak plek-plekan.
Sebenarnya hal yang patut disayangkan dari unit musik ini adalah mereka yang terkesan misterius sehingga siapa otak cerdas dibaliknya sulit sekali untuk dibuka. Tapi, bukan saya namanya kalau tidak coba ngulik-ngulik informasi dari teman sekitar. Berdasarkan gogon yang saya dapatkan dari seorang teman, setidaknya salah satu personil dari In Inertia dicurigai sebagai (maaf banget kalau salah) F.A. Poetra Tiardha, sosok di balik moniker Gulf of Meru. Satunya lagi kalau tidak salah perempuan. Tapi, informasi ini kebenarannya tidak dapat dipertanggungjawabkan, silakan cari tahu sendiri. Padahal menurut hemat saya, jika proyek In Inertia ini diseriusi—baca: dibuat tenar, bukan tidak mungkin mereka bisa mendulang keasyikan dan kemasyhuran sama seperti yang diperoleh album Zaman, Zaman-nya The Trees And The Wild. In Inertia sangat punya potensi untuk ini. Tidak mengherankan kalau mungkin terkesan mirip-mirip, karena setahu saya, F.A. Poetra Tiardha berkelindan pula dengan The Trees And The Wild di balik layar.
Kamu patut juga mencoba mendengarkan roster-roster lain dari label yang mengampu In Inertia, yaitu Angular//Momentum. Mungkin, nama terbesar saat ini yang kamu tahu dari jajaran Angular//Momentum adalah eleventwelfth. Sejak album SIMILAR, eleventwelfth ‘pindah rumah’ ke sini. So, please, check In Inertia and Angular//Momentum. They’re fucking awesome!
- Puti Cinintya
Kathmandu - Letter
Kathmandu, pop duo asal Jakarta ini baru saja merilis single mereka bertajuk Letter setelah rilisan pertamanya yang berjudul Maddy. Duo yang digawangi oleh Basil dan Marco ini mencoba memaknai sebuah keputusan orang-orang yang memilih mengakhiri hidupnya setelah berada di puncak karirnya dalam lagu Letter ini.
Letter sendiri adalah lagu yang didedikasikan untuk salah satu idola mereka yang telah berpulang, Chris Cornell. Tapi tidak hanya untuk sebagai penghormatan, Kathmandu ingin mengajak pendengar mereka untuk lebih berkontemplasi untuk mejawab keresah-keresahan mereka atas pertanyaan “Kenapa harus mengakhiri hidup ketika berada di puncak karir?”
Lagu pop yang megah (menurut saya) ini dibantu dengan kepiawaian Rafi Sudirman dalam memainkan saxophone dan Firas Raditya, seorang bassist dari band Rachun, yang mengisi keys dan synthesizer. Yang bisa saya sepakati dari lagu Letter ini adalah lagu pop tidak harus melulu soal cinta atau hal yang menye-menye, Kathmandu sukses membawa genre ini sebagai musik yang bahkan bisa membuat kita mempertanyakan soal hidup, mari kita tunggu karya dari Kathmandu yang katanya akan merilis album pertamanya.
- Dimas G. Narendra
RETRACTION - THE BEGINNING (EP)
Unit metalcore yang baru dibentuk sejak awal 2023 asal Surabaya, RETRACTION, baru saja merilis EP pertama mereka bertajuk The Beginning yang berisikan 5 trek yang sudah bisa didengarkan di semua kanal musik digital.
5 trek yang ada di EP ini dimulai dengan judul THE DAY OF DEPARTURE, yang merupakan sebuah intro dari keempat trek lainnya. Dilanjutkan dengan judul yang sama dengan tajuk EP, THE BEGINNING, kemudian FRACTURED, 20 HOURS, dan ditutup dengan REBUILD. EP dari RETRACTION yang berisikan 5 orang dengan vokal perempuan ini menceritakan tentang bagaimana mengawali sesuatu dan bagaimana memaknai awal dari sebuah perjalanan hidup dengan segala lika-liku problematikanya di tengah dunia modern ini.
Yang menarik dari RETRACTION selain menggunakan vokal perempuan, band metalcore ini menambahkan unsur melodic hardcore dan heavy hardcore pada musiknya. Sehingga ketika melihat mereka manggung, kita bisa headbang maupun twostep (atau keduanya bersamaan, jika mampu).
Kalo kalian merupakan penikmat Knocked Loose, The Ghost Inside, Counterparts, END, dan Dealer, sudah sepatutnya kalian semua mendengarkan RETRACTION karena mereka ter-influence oleh band-band tersebut.
Deflected - Defragment/Fates Design (demo)
Bicara hardcore, Tulungagung merupakan salah satu basis genre ini yang terbesar di Jawa Timur, salah satunya Deflected, unit Heavy/Metallic Hardcore ini baru saja merilis demo yang berisikan 2 trek dengan judul Defragment dan Fates Design yang hanya dirilis di Bandcamp.
Band yang sebelumnya solo project milik Herlan, sang gitaris, kini berubah format menjadi band dengan 5 personil yang panggung pertamanya tidak main-main, Onyx Stone Blood Fest, yang merupakan festival hardcore terbesar dengan 22 line up selama 2 hari di Tulungagung, dan salah satunya adalah Deflected.
Nuansa 90-an terasa dari demo yang disuguhkan oleh Deflected, dentuman gitar yang ‘berat’ akan membawa kita ke band-band seperti Merauder, Dying Breed, All Out War, Kickback, Hatebreed, Buried Dreams, Cold As Life, Length of Time, hingga Stigmata. Mari kita support Deflected agar lebih aktif lagi untuk mengeluarkan karya-karya yang lain!
- Dimas G. Narendra
Sajama Cut - Selalu
Tahun 2000, saya masih berusia lima tahun. Jangankan mendengarkan musik, saya baru saja masuk SD. Kelas 1. Masih menangis karena ditinggal Mama di sekolah. Itulah tahun lagu “Selalu” dari Naif dirilis. Saya sengaja tidak mau mendengarkan versi aslinya dan langsung melompat ke lagu kover dari Sajama Cut. Curang sih, saya memilih lini ini karena saya fangirl Sajama Cut. Sebenar-benarnya memilih lagu untuk diulas adalah layaknya politik kebebasan—kebebasan politik? Jadi, di sinilah kita.
Menahan diri untuk memuja, lagu ini sepertinya kalau dibikin lebih ‘keras’ lagi, asyik ya? Dengan versi yang ini, cocok betul jika didengarkan ketika kamu sedang kepanasan duduk di depan kipas angin C*sm*s Wad*sta lalu memejamkan mata. Hanya saja, menurut saya seharusnya bisa lebih dari ini. Menantikan Sajama Cut tampil langsung menyanyikan ini bersama David Bayu, muluk-muluk tidak sih? Ingin lihat.
- Puti Cinintya
Bin Idris - Semayam
"Semayam (Original Soundtrack from Monisme)" diperuntukkan menjadi soundtrack film dokumenter bertajuk Monisme garapan Riar Rizaldi. Film ini bercerita tentang gunung Merapi dari berbagai sudut pandang. Tapi, kalau boleh, sebaiknya kamu tidak berpikir bahwa Monisme adalah judul film semata. Monisme sendiri adalah konsep metafisika dan teologi bahwa hanya ada satu substansi dalam alam. Saya merenungi makna monisme sembari mendengarkan "Semayam (Original Soundtrack from Monisme)" ini. Membaca larik demi larik. Saya berhenti dari aktivitas orang dewasa saya sejenak (merokok sambil mengetik). Seorang non-believer sedang tertegun.
"Berpulang pada tanah/Berdiam dan merebah/Dan hening tak bergeming/Bunyi". Perlahan, isi kepala saya mulai kusut. Buah pikir centang perenang. Ah, another version of "Putih"-nya Efek Rumah Kaca. Saya tidak kuat mendengarkan lama-lama. Bukan karena jelek, sama sekali bukan. Kamu akan tahu kenapa setelah mendengarkannya. Haikal Azizi, terima kasih sudah lahir ke dunia.
- Puti Cinintya
Ramengvrl - Indo ME
Tahu Putri Soeharto? Mungkin saja tidak. Tapi kalau Ramengvrl masa tidak tahu, sih? Manusia slay satu ini memang tidak pernah berhenti membuat lagu-lagu dengan lirik yang super catchy! Bingung betul. Setelah tempo hari berhasil membuat saya terngiang dengan part dangdut di “Bossy” yang dilantunkan bersama Cinta Laura Kiehl, kini ia melepas lagu bertajuk “Indo ME” yang dibawakan bersama Baskara Rizqullah alias Basboi. Saya menemukan “Indo ME” dari: TikTok. Ya, saya mengikuti akun beliau di sana. Ah, saya tahu apa sih soal rap? Nothing. Tapi lagu-lagu Ramengvrl selalu menarik buat saya.
Apa yang menarik dari “Indo ME”? Tentu saja kata-kata flexing darinya yang selalu berhasil membuat saya tertawa. “Sabang sampai merauke/Aku macam indomie/But there's only one of me//Yang lain just wannabe”. Queen shit. Belum lagi, ada komposisi berbasis nada suling Sunda yang mengingatkan saya dengan lagu “Sabilulungan”. Tuiuiuit. Bagian Basboi juga tidak kalah menarik. Saya tidak pernah mendengarkan karya Basboi sebelumnya, but I think I’ll give it a try after this. Dengarkan saja pokoknya, percayalah. They ate indomie and left no crumbs, kalau mengacu pada kata warganet chronically online.
- Puti Cinintya
Heals - Weathre
Heals berlari tidak terlalu jauh namun lebih matang dari lagu-lagu sebelumnya dengan merilis lagu lepas bertajuk “Weathre”. Kemampuan bahasa Inggris saya jelek, maka saya mencari artinya. Ternyata tidak ada? Haha. Hanya saja, saya menemukan lansiran di sebuah laman penerjemah makna lagu (?) bahwa ini adalah plesetan semi anagram dari weather; perumpamaan yang Heals gunakan untuk menggambarkan hubungan jarak jauh yang terhalang oleh keadaan eksternal. "Then we will be together/And no more sending letters//" mengelaborasikan dengan cukup lugas bahwa kelak situasinya akan berubah, ‘mereka’ akan bertemu. Walaupun secara kepenulisan pada departemen lirik menurut saya pilihan katanya cukup semenjana, tapi musiknya harus diakui segar dan membuatnya jadi terasa cukup.
Lagu lepas ini sendiri sebenarnya menyongsong album Heals teranyar nantinya, yang kini juga sudah ditemani oleh perilisan lagu "Air Emas" dan "Are You Ready". Yang saya lihat, ketiganya punya daya tarik cukup besar. Setidaknya di algoritma saya dan linimasa kawan-kawan. Ya wajar, Heals saja terakhir rilis album 2017 kan? Tapi kalau boleh jujur, saya masih lebih suka "False Alarm" dari album SPECTRUM. Kita lihat apakah album baru nanti bisa mengubah pandangan saya.
- Puti Cinintya
Adikara - Nirwana
Ada perasaan sakit saat mendengarkan lagu ini pukul tiga pagi. Mencintai seseorang sebegitunya terkadang memang tidak selalu sesuai ekspektasi, keindahannya bisa digambarkan secara tersirat. Mengkuliti semua indra untuk menyatakan “aku mencitai dia”, bisa digambarkan begitu manis oleh Adikara.
Meminta diajak pergi ke Nirwana, karena sanubari tergoda seutuhnya. Walau hanya mampu membisu karena kesilauan saat bertemu lawan jenis. Sangat manis, lagu ini seakan bisa jadi theme song untuk banyak momen. Seperti, love at first sight, cinta diam-diam, cinta bertepuk sebelah tangan atau pun merasa dibuat jatuh cinta berulang kali.
Sentuhan soul-nya membuat seakan bisa sedikit menggoyangkan tubuh, karena lagu ini memiliki sentuhan sexy yang tak bisa secara gamblang terungkap. Seperti gerakan yang Adikara berikan di dalam MV-nya yang sempat saya lihat di kanal YouTube pribadinya, yang pada salah satu artikel saya baca ternyata ia buat sendiri bermodalkan tripod.
- Rieva Madyna
Nadhif Basalamah - Penjaga Hati
Lama mendengarkan Nadhif yang full dengan lagu berbahasa Inggris, awalnya mungkin seperti terasa asing kala mendengarkan lagu ini. Namun ia berhasil membawa banyak pendengar baru dengan part “Kan kuarungi tujuh laut samudra, kan kudaki pegunungan Himalaya, apapun kan kulakukan tuk dirimu sayang” yang akhir-akhir ini merajai media sosial nomor satu menurut data dari Global Statshot Report (Digital 2023, July).
Lagu yang di produseri oleh si cerdas Petra Sihombing, terasa sangat khas. Seakan membuat saya pribadi teringat saat kali pertama mendengarkan “Mine”. Pengungkapan cinta yang dalam namun rumit ini dijelaskan secara terus terang oleh Nadhif. Kepada seseorang yang tersayang, ia mampu menempuh semuanya. Seakan berani menghalau seluruh rintangan yang akan menghadang. Seseorang yang dicintai sebegitunya dan merasa hanya si dia, pujaan yang bisa membuat segalanya sempurna. Namun apakah diterima dengan baik?
Mungkin kita bisa menunggu jawabannya dari Nadhif Basalamah :)
- Rieva Madyna
No Excuse - Promo 2023
Dalam rangka merayakan International Edge Day 2023, 17 Oktober kemarin, No Excuse mengeluarkan 2 single terbaru-nya yang kental sekali dengan sound/style New York Hardcore, sedikit berbeda dengan rilisan sebelumnya namun tetap dengan lirik-liriknya yang stay true XXX. Dengan dirilisnya 2 lagu ini, mereka juga habis merayakan ibadah tour Japan 2023 bersama Zip (Jakarta, Hardcore).
- Zico Bonetti
Still Broken - The Law of Nature (EP)
Band lama dengan nafas baru, gonta-ganti personil, hiatus dan kembali aktif sudah mereka jalani. Dan lalu EP The Law of Nature, hadir diantara gempuran hardcore beatdown. Sungguh fresh, nafas baru di kancah permusikan Indonesia. Memadukan sound groovy dan vocal ‘agak’ nge-rap, Still Broken patut sekali untuk kalian dengarkan! Oh ya, tidak lama mereka merilis EP, Still Broken langsung aktif menjadi pembuka band asal Baltimor, USA, Angel Du$t. Sungguh pergerakan yang sangat sat set wat wet, congrats!
- Zico Bonetti