Morgue Vanguard - Membebaskan Hujan Dari Tirani Puisi
Perihal Cinta Kita Semua Punya Cara Sendiri-Sendiri
Pada 1989 dua kata paling umum dalam bahasa Indonesia seketika beralih rupa menjadi salah satu puisi paling populer: aku ingin.
Melalui puisi tersebut Sapardi Djoko Damono, telah melipat senarai panjang tentang gambaran bagaimana cara mencintai ke dalam kata keterangan: dengan sederhana. Kemudian dari kesederhanaan yang tercipta, memungkinkan bagi siapa saja untuk membongkarnya kembali dan menyuguhkan tata cara mencintainya sendiri-sendiri.
Di Malang– kota saya tinggal– dan beberapa daerah lain, mungkin tidak mendapati hujan pada bulan Juni. Tetapi yang pasti, "Membebaskan Hujan Dari Tirani Puisi" jelas turun pada bulan ini. Morgue Vanguard hadir dengan membawa interpretasi–atau barangkali, definisi– bagaimana cinta dialami dan dirasakan.
Lagu dengan gagasan mengenai seperti apa bentuk dari kegiatan mencintai adalah nasi goreng pada malam hari. Bahan yang sama dengan berbagai variasi bumbu dan takaran yang berbeda.
Cinta selalu berada dalam superposisi. Dua kondisi yang eksis bebarengan. Sederhana dan tidak, berada pada waktu yang bersamaan sampai ia dijalani. Dan lagu ini adalah manifestasi dari keadaan tersebut.
Beberapa hal perlu kucatat sebelum memori membusuk bersama kota ini
Lagu diawali dengan niatan bahwa segala yang tertulis merupakan catatan. Pembukaan yang kuat membuat single ini sangat personal, apalagi dirilis pada hari ulang tahun pasangan hidup Ucok, panggilan akrab rapper ini.
Suasana yang dibangun dari puisi Aku Ingin adalah kebersahajaan dan ketenangan, serupa potongan still shot film ketika seseorang duduk sambil menatap jauh pemandangan di depannya.
Aku Ingin adalah kondisi mental dan alam pikiran tentang cinta yang kalem dan menghangatkan hati. Sedangkan “Membebaskan Hujan Dari Tirani Puisi” merupakan kenyataan hidup ketika kedua telapak tangan tidak perlu menepuk-tepuk pipi untuk menyadarkan bahwa memang ini realitas yang harus dilakoni. Tidak ada kata yang tak sempat diucapkan, yang ada justru perkataan panjang lebar mengenai apa saja yang telah dilalui. Tentu saja hidup tidak selalu payah dan menyedihkan, di dalamnya terkandung pula harapan dan kebahagiaan.
Bagi saya lagu ini adalah kursi besi indomaret di mana purwarupa bapak muda yang tiap hari berusaha keluar rumah meski tak pasti ada kerja dan pulang membawa upah duduk-duduk merenungi dan mencari cara menyiasati kehidupan.
Masih menggunakan pola yang sama dari puisi aslinya. Pengulangan kata dalam lagu ini jadi penekanan bahwa memang, tokoh aku dalam lirik ini tidak ingin mencintai dengan sederhana. Tapi kita mungkin bisa bersepakat bahwa tidak ada yang sederhana dari dua karya ini. Penggambaran yang sangat kuat di dalam imaji dan kekagetan kecil ketika mendengar bagai rindu Mbak Sipon pada kekasih yang diculik tentara.
Sampai sini sepertinya saya harus beranjak dari pembahasan lirik dan mulai mencoba merasakan dari sisi sonik.
Paduan bass, gitar, dan synthesiser terjalin baik dengan perasaan yang tercipta saat tiap baris dilantunkan. Mereka tidak menyalak dan lantang. Seperti memberi kesempatan kepada kisah cinta yang jauh lebih ramai. Paduan ini menciptakan tekstur bouba dan kiki sekaligus. Mungkin apabila tanpa lirik, perpaduan beat dan saksofon pada lagu ini bisa jadi musik pengantar perjalanan tengah malam.
Lalu tiba pada sesi solo saksofon yang membuat mata saya berkaca-kaca. Pada menit menjelang lagu ini selesai, bagian saksofon jadi pengantar bagi perasaan yang dikuat-kuatkan. Ditambah dengan iringan drum yang seolah jadi lampu penanda jalan bahwa sesuatu di depan memang tidak pasti, tetapi harapan setidaknya masih sedia menemani. Ada tabuhan dengan nuansa optimisme di sana. Saya langsung teringat Mengejar Matahari.
Masih pada bagian akhir lagu, ia memberi kesempatan bagi pendengar untuk mewarnai single ini dengan memori yang mereka miliki. Kita kemudian akan mengabadikan sendiri kenangan melalui sajak yang tak pernah tertulis. Ingatan tentang momen bersama pasangan saya turut rembes ke dalam lagu ini. Jika memundurkan waktu di jam tangan terulang pula kenyataan, saya mau menjadikan potongan saksofon ini sebagai lagu pengiring pernikahan.
Mudah saja bagi lagu ini masuk ke dalam daftar putar On Repeat dan saya yakin ia akan jadi lagu yang terpampang dalam Spotify Wrapped tahun ini.
- Danny Rizky (Guest Reviewer)
Femm Chem - Hustle Skelter
Aku pernah disarankan oleh seseorang untuk mendengarkan Femm Chem, tapi kemarin-kemarin belum sempat. Beruntungnya, aku dipermudah karena ternyata mereka mencoba berkorespondensi langsung denganku via surel. Mereka baru saja meluncurkan album debut mereka yang bertajuk Hustle Skelter. Genrenya indie rock, katanya. FFO: Wet Leg dan Nice Biscuit. Keduanya belum pernah ku dengarkan. Ini jadi pengalaman dengar yang menarik. Akhirnya ada nama baru dengan kesegaran yang baru.
Hustle Skelter alias "mobat-mabit" dalam istilah bahasa Jawa menggambarkan proses produksi album mereka yang "tidak karuan"; prosesnya berantakan dan tempat produksinya yang beragam. Hustle Skelter durasinya cukup pendek, 24 menit. Pas buatku, enggak kelamaan. Di dalamnya terdapat lagu “Hustle Skelter”, “Salems Cult”, “Bonnie”, “Suitcase”, “Cumbersome”, “Cheap Talks” dan “Huffy”. Ada tiga lagu yang sudah dirilis sebelumnya yaitu “Bonnie” (2022), “Cheap Talks” (2023), dan “Cumbersome” (2023).
Aku kaget pas pertama kali mendengarkan lagu “Hustle Skelter”. Intronya hampir mirip salah satu lagu dari King Gizzard and the Lizard Wizard. Lupa yang mana, tapi familiar. Lalu sejujurnya, aku suka banget sama suara vokalisnya. Kayak, pas banget dia ada di Femm Chem ini. Apa lagi di lagu “Suitcase”. Duh, cinta. Kayaknya aku sudah tahu bakalan muter ulang album siapa untuk beberapa hari ke depan. Go go go, Femm Chem!
- Puti Cinintya Arie Safitri
Bisma Karisma - Rihlah (Album)
Bisma adalah eks-member dari Sm*sh.
Maka tugas pertama saya adalah membuang segala presumsi dari masa lalunya. Bahwa Bisma pernah tergabung dalam boyband dengan lirik se-cringe, "I know you so well... Girl, heart you" (dengan tendensi mekso-jadi-K-Pop). Termasuk fakta bahwa ia pernah "menggenggam dunia" dari ke-cringeworthy-an itu.
Untung saja, saya sudah lihai menghindari jebakan rockism itu. Ha!
**
Rasa penasaran saya akan Bisma Karisma muncul kala melihat fotonya nampang di mana-mana. Tentu bukan sebagai anggota boyband tadi. Saya baca: BISMA KARISMA AKAN MERILIS ALBUM 'RIHLAH'. Album tersebut akan dirilis dengan sebuah konser berkonsep 5 panca indera. Di sana, Bisma memampang dirinya seperti seorang rabi (guru). Spiritual sekali, apakah dia habis dari Woodstock? Atau kelewat menenggal acid? Hendrix only knows.
"Hm, menarik juga," pikir saya.
Saat album itu dirilis, saya langsung mendengarkannya dengan seksama. Turns out: This is a real deal. Saya cukup terkejut dengan Rihlah. Aroma-aroma psychedelic 60-an semerbak mewangi dalam lagu-lagunya. Sound design-nya, di sisi lain, mengingatkan saya pada sophisti-pop Indo 80-an namun digarap dengan kebaruan. Jika anda butuh gambaran, bayangkan jika Barasuara bertemu TRANSS dan Fariz RM.
Kombinasi yang menarik dan, surprisingly, "mathuk".
Liriknya tidak istimewa, tapi juga gak picisan. Narasi soal spiritualitas Bisma ini disampaikan dalam bahasa yang cukup lugas. Semacam dialog dalam diri yang minim metafora. Gaya lirik Bisma mengingatkan saya pada garapan-garapan Yockie Suryoprayogo, Eross Djarot, atau apapun yang anda temukan dalam kompilasi LCLR.
Final verdict: Jika anda penyuka Romantic Echoes atau Putra Timur, definitely check the man out. It should be worth to listen.
-KMPL-
The Wallflower Dept. - Hello World (Maxi-Single)
Unit Alternative Rock baru asal Surabaya, The Wallflower Dept., menunjukan eksistensinya dengan merilis maxi-single berisi 2 trek dengan judul Hello Wolrd dan Looking After You pada akhir bulan Mei lalu. Band yang beranggotakan Kai (vokal-gitar), Atha (bass), dan Eka (drum) ini merupakan personil dari band mereka sebelumnya Partykelir yang pasca bubar mereka mencoba mengekplorasi genre baru dan akhirnya terbentuklah The Wallflower Dept.
Dengan sound yang cukup “gelap” dan vokal yang “mengawang” serta lirik-lirik yang menyayat soal permasalahan hidup, kekerasan seksual, dan kesehatan mentall yang pernah dialami oleh para personilnya membuat band ini layak didengarkan oleh khalayak yang dekat dengan hal-hal tersebut. Suara-suara yang dihasilkan mereka merupakan sebuah hybrid dari musik-musik seperti Title Fight, Nothing, Whir, dan Keep yang menciptakan suara bising dan melodi yang mengalun lembut dan menciptakan experience muram bagi yang mendengarkan.
Usut punya usut mereka akan mengeluarkan merchandise dan dalam waktu dekat mereka juga akan merilis single terbaru. Mari kita semua nantikan karya The Wallflower Dept. mengingat hampir semua orang dewasa ini merayakan kesedihan.
- Dimas G. Narendra
Eas.y - Countless Hour (EP)
Aku langsung tertarik dengan salah satu intro yang sempat dibagikan oleh sang pianis saat mengumumkan bahwa Band asal Malang ini akan merilis EP terbarunya yang berjudul Countless Hours beberapa bulan yang lalu.
Kalem dan gak banyak tingkah, harmonisasinya menarik perhatianku. Di karya terbaru mereka kali ini mereka memberikan sentuhan Alternative Rock dengan riff gitar. Meskipun begitu pembawaannya yang soft tidak menghilangkan karakter asli mereka yang beraliran Sophisty-Pop. Itu sangat terlihat nyata di lagu "You give me just one night". Riff gitar dan temponya yang kalem itu begitu terdengar mendominasi.
"May 6th" begitu menarikku sejak awal. Aku suka aransemennya yang nampak solid. Begitu juga "Because i've been killed hundreds of Times by the people i love". Keduanya punya warna dan tempo yang sama, dan hampir tidak bisa dibedakan.
Lagu yang menjadi pembuka ini punya kesan keindahan dan kesedihan itu sendiri. Judul yang diambil dari tanggal 6 Mei ini menjadi sejarah yang tak terlupakan oleh sang penulis lagu, hingga ia mampu membentuknya menjadi sebuah karya yang layaknya patut dikenang dan dinikmati.
Lagu yang sudah dipublikasikan sejak tiga bulan yang lalu, ternyata mereka buat berdasarkan pengalaman pribadi dari setiap personilnya yang menceritakan tentang patah hati dan kesedihan. Dengan liriknya yang melankolis, diiringi irama dan setiap ketukannya mampu membawa kita dengan penuh emosi. Mereka mampu membawa mewadahi rasa luka terutama aku yang dengerin.
- Abigail
Metafore - The Anatomy of Destructiveness (EP)
Halo Metafore, terima kasih telah meluncurkan album mini “The Anatomy of Destructiveness”, sebuah cahaya harapan untuk menyadarkan sifat dan kelakuan manusia yang selalu arogan, superior, eksploitatif dan merusak.
Lima track ini bagiku sungguh mewah, sebab jarang seorang musisi berani membawakan isu perihal ‘kehancuran dunia’ yang disebabkan oleh sifat serakahnya manusia terhadap dunia. Kemewahan itu tampak nyata setelah mendengarnya. Pertanyaan “kiamat disebabkan oleh apa?” Akan terjawab setelah mendengarnya.
Seketika aku teringat dengan seruan Snowball di novel Animal Farm karya George Orwell, “Perang adalah perang. Satu-satunya manusia yang baik adalah manusia yang mati.”
Kita ini terlalu egois, terlalu serakah mengeruk seluruh isi di dunia. Sadarlah, bahwa dunia ini telah hancur, telah luluh lantak oleh perilaku manusia itu sendiri. Terdengar, kabar kiamat itu sudah sampai di telinga manusia, melalui pesan yang dikirim oleh Metafore, yang didalamnya terdapat 5 kepingan kiamat dengan dibungkus rapi berbentuk “The Anatomy of Destructiveness”.
Selamat Metafore, dan selamat menyambut post-apocalypse.
- Ricky Alfandi
Coldiac – Jangan Pernah Berubah
Songwriting Melly Goeslaw adalah satu hal, tapi membawakannya adalah hal lain. Apalagi jika lagu tersebut pernah direkam sebelumnya– plus begitu ikonik.
"Jangan Pernah Berubah" jelas salah satunya. Generasi yang besar di era 2000-an pasti familiar dengan suara Marcell Siahaan yang melekat dalam lagu ini. Termasuk saya.
Untungnya, teaser pertama Coldiac membawakan lagu ini langsung membuat saya berdecak kagum. Dan benar saja, setelah mendengarkannya secara penuh, saya bisa bilang bahwa rendisi ini cukup apik. Nuansa neo-sophistipop yang mereka hadirkan sukses membalut notasi-notasi mistis dan lirik Melly Goeslaw dengan indah itu. Saya jadi membayangkan jika saja January Christy masih hidup, suaranya pasti akan cocok menjadi featured vocal-nya. (Semoga Coldiac segera membawakan “Melayang”. Amin).
Oh, dan saking bagusnya, saya bahkan tak tertarik membandingkannya dengan versi Marcell. Karena alih-alih sebagai cover, saya menganggap ini adalah lagu baru Coldiac yang kebetulan dikarang Melly Goeslaw. Entah benar atau setengah benar, saya setuju kepada Sambadha berkata bahwa “Jangan Pernah Berubah” adalah lagu yang harusnya merela (Coldiac) tulis. Saya bisa melihat soul mereka di situ.
Final Verdict: “Jangan Pernah Berubah” menggeser “Wreck This Journal” sebagai lagu Coldiac favorit saya.
-KMPL-
Sal Priadi - MARKERS AND SUCH PENS FLASHDISKS (Album)
Pura-pura jelek itu susah. Aku menangkap gestur ini di awal ketika mengetahui Sal Priadi merilis lagu “Dari planet lain”. Ya apa lagi kalau bukan dari sound TikTok dan Reels. Aku yang sudah pernah melihat langsung penampilan panggung Sal, tidak kaget ketika ia mengeluarkan album MARKERS AND SUCH PENS FLASHDISKS yang menurutku punya dinamika yang nyaris teatrikal. Per lagunya seperti saling bersahutan dan tidak hanya bercerita tentang cinta yang berbunga, namun juga kekhawatiran akan patah.
Aku menangis iri (beneran nangis, bukan gimmick) di beberapa lagu, tapi aku paling suka “Zuzuzaza”. Liriknya manis dan khas Sal di rilisan-rilisan awal. Ada aspek kebaruan tanpa meninggalkan ciri penulisan dan cara tuturnya Sal. Album ini keren kok. Hanya saja, tracklist-nya panjang sekali, sampai 15 lagu. Kayaknya lagi jaman ya? Dongker juga gitu soalnya, 17 lagu. But anyway, it’s cool.
Astera - Higher (ft. Soulfood)
Astera sudah lama ada di radarku. Tapi aku sejujurnya tidak pernah mengikuti lebih lanjut karya mereka. Saat mengetahui mereka berkolaborasi dengan Soulfood, aku langsung tertarik. Soulfood bagus soalnya, salah satu temuan 2023-ku. Astera luncurkan kampanye "Better Days with Us" untuk menghidupkan kembali lagu-lagu dari album mereka "Better Days" dengan kolaborasi musisi lain. Nah, sebagai awalan, mereka merilis “Higher” yang diinterpretasikan ulang bersama Soulfood, trio RnB dari Bali. "Higher" hasil kolaborasi ini memiliki sentuhan beatdown, perkusi khas African beat, dan harmoni vokal yang lebih groovy dan vibrant. Asyik bener lagunya, aku putar berulang-ulang. Dan secara produksian sangatlah proper dan matang di telingaku. Semoga kualitas ini terus terjaga sampai kampanye "Better Days with Us" ini selesai ya. Karena “Higher” versi baru ini sangat menjanjikan. Kita tunggu kejutannya.
Incircle - Lost in Maze
Tepatnya tanggal 20 April, Billboard Indonesia membagikan Top Ten Musisi Indonesia. Dan incircle begitu menarik perhatianku. Bagaimana tidak hanya dalam waktu satu minggu ia naik satu peringkat. swenenganku. Tak bisa dipungkiri, karakter suara Astrid Basjar memang punya ciri khas tersendiri. Segala properti yang mereka pakai, dari beberapa benda seperti piringan hitam, hingga style yang mereka gunakan ditambah efek ala ala sinematik membuat suasana vintage swenenganku. Berkolaborasi dengan Adrian Martadinata memberikan karyanya lebih fresh dan kesan yang lebih energik. Keduanya mampu bekerjasama menciptakan karya yang ciamik.
SKARNG - Take My Hand
Setelah jeda selama beberapa tahun, SKARNG hadir kembali dengan menampilkan warna baru di lagunya kali ini. Berkolaborasi dengan Faizal Permana, band yang beraliran ska punk ini menambahkan sentuhan modern rock untuk karyanya kali ini. Walaupun begitu, trumpet dan trombone yang mereka tiup masih mendominasi suasana ska-punk yang menjadi karakter mereka. Pesan yang mereka sampaikan lewat lirik juga energik dan gentle. Terasa memacu semangat dan pikiran positif.
Pyong Pyong - Nisbi
Salah satu band legend poppunk asal Semarang baru saja merilis single terbarunya berjudul "Nisbi", yang bercerita tentang melepaskan dan keikhlasan. Ketukan drumnya yang begitu tegas mampu mengiringi lagu yang cukup sendu ini, dengan memberikan pesan "Bahwa apapun yang sudah dan akan terjadi. Hidup akan terus berjalan".