Kalabiru - Adventure Park (Album)
Album bagus selalu menghadirkan pertanyaan: Apa isi kepala para pembuatnya?”
Saya berkenalan dengan Kalabiru lewat “In Search for a New World”. Impresi pertamanya: Ragam psikedelik yang dibawa Santana (Blues Band). Jika mereka lahir di tahun 60’an, sudah pasti mereka main di Woodstock tanpa audisi.
Saya mengira materi-materi mereka bakal mandeg di sana. Maksud saya, apa lagi yang ingin dikembangkan? Saya suka materinya, namun Kalabiru kala itu (pun intended) tak lebih dari sekadar psych-rock revivalist di mata saya.
Ya, selain prematur, penilaian itu ternyata salah kaprah.
Saya ditampar. Album Robotanica membuat saya misuh-misuh (baca: kaget terkagum-kagum). “Bajingaaaan!” Siapa yang menyangka mereka bakal crossing around menuju elektronika cem Kraftwerk dkk.? Saya semakin tertarik dengan mereka. What’s on their mind? Apa bahan dengar mereka? Rasa penasaran ini tambah besar seiring dirilisnya Adventure Park.
“Gila! 2 album penuh dalam satu tahun!” pikir saya. Seketika saya mendengarkan album ini secara penuh. Secara singkat, materinya adalah derivasi lanjutan dari Robotanica. Tapi ini lebih matang. Lebih polished dan well-produced.
“Ini adalah Robotanica versi matang!” bagi saya.
Yaps, yang langsung kentara adalah kepandaian Emil dkk. Dalam menata bebunyian. Bebunyian Moog di dalamnya, alih-alih akrobatik, malah melodius, padat, dan menarik untuk dicerna. Semacam membayangkan Rick Wakeman kalau seandainya dia tak rekaman album Tales from Topographic Oceans. Kalau tak percaya coba dengarkan “Dreams”, trek favorit saya di album ini.
Saya sempat mewawancarai mereka khusus untuk me-reviu album ini. Ya, album ini terlalu oke untuk saya interpretasikan sendiri. Jadi saya harus tahu sudut pandang si pembuat. Terutama dalam hal lirik. I mean, bait-bait fantasiah seperti ini tentu tak lahir dari kepala orang yang 'biasa saja'. Ya tho?
Pertanyaan pertama saya: Kenapa 2 album dalam satu tahun? Adakah ledakan kreativitas, nganggur, atau kejar tayang saja?
Ini pertanyaan bercanda, tapi jawabannya tak terduga, “Aku punya kebiasaan bikin lagu setiap hari,” kata Emil, sang frontman. Wait!? Setiap hari? Maksud saya… Wow, sebesar apa energi kang Emil (again, pun intended) ini?
Wawancara itu berlanjut. Saya tambah kagum; dari pernyataan-pernyataan rendah hati sampai betapa luas spektrum bahan dengar mereka. Ya, mereka menyukai Yes dan Genesis sama besarnya dengan MONO dan Slipknot. Di akhir cerita, saya juga jadi tahu bahwa Emil punya sebuah kondisi kelainan mental. Satu fakta yang akhirnya membuat saya mengerti dari mana semua semburat ingar bingar pelangi di musik mereka itu. "Taman bermain" ini, mungkin semacam coping mechanism Emil terhadap dirinya sendiri. Atau, mengutip Dream Theater, "To save him from himself."
(Btw, interviu-nya akan saya terbitkan terpisah).
Kembali ke album, saya sangat merekomendasikan album ini. Terutama untuk sesama musisi. Aransemen yang rapi, pembagian instrumen yang oke, dan segala manajemen sound yang ciamik ada semua di sini. Bagi musisi, banyak sekali hal yang bisa ‘dicuri’ dan jadi referensi dari Adventure Park. Dan bagi penggemar Yes macam saya, Adventure Park adalah rekonstruksi paling respectful dari karya-karya Jon Anderson dkk.
To sum up: Album ini begitu apik.
-KMPL-
Elio - Does It Hurt
Unit dreampop/shoegaze asal Surakarta, Elio, baru saja merilis lagu debut mereka dalam format band dengan judul Does It Hurt. Sebelumnya Elio adalah proyek solo dari Rendy Bagas Pratama yang juga merupakan vokalis dan songwriter dari Anestesi.
Selalu menyenangkan ketika mendengarkan musik-musik shoegaze, kita bisa dibawa mengawang dengan sentuhan distorsi gitarnya. Lagu “Does It Hurt” ini sukses membawa itu semua, selain musiknya yang mengawang, suara dari sang vokalis sangat dreamy yang tambah membuat kita seperti tersesat di kepala kita sendiri. ,
Yang saya suka dari Elio adalah dia bisa mengemas lagu-lagunya agar terdengar catchy tapi tetap sadly. Setelah menjadi format band, agaknya Elio membuat musiknya lebih sedikit berisi, lebih menarik tapi Elio as a soloist atau band tetap membawa musiknya dengan oke. Yang jelas, musik-musik dari Elio ini patut ditunggu dengan format barunya sebagai band, karena sejak melihat Elio pertama kali saya sadar bahwa musiknya dia patut diperhitungkan di lini shoegaze era sekarang ini.
- Dimas Gilang Narendra
The People of The Sun - Disdain
Lini alternative rock dari Surabaya, The People of The Sun (POTS), baru saja merilis single keduanya yang berjudul Disdain. Band yang baru terbentuk tahun ini menurut saya cukup menarik, ketika mendengarkan kedua lagunya (sebelumnya Disintegration) sebenarnya musik rock yang dibawakan oleh mereka bisa dibiilang new age rock. Tetap dengan karakter rock bertenaga tapi terdengar kalem berkat ambience yang dimasukkan dan ditambah dengan isian keyboard yang cukup dominan lagu ini cukup kompleks karena sangat padat membawa kita “naik-turun” secara tidak langsung.
Ditambah lirik yang cukup dark membuat lagu Disdain ini cukup “berat” tapi dipermanis oleh riff dan lick gitar ala-ala musik rock. Setidaknya saya bisa menjamin ketika mendengarkan lagu ini, kalian bisa menghentakkan kaki sembari menganggukkan kepala mengikuti tempo lagu.
Rayhan Noor - Mau Tak Mau
Lagu yang cocok banget jadi soundtrack hidup para pegawai yang lagi pengen resign tapi gak resign resign padahal Pengen banget keluar tapi masih inget ada cicilan yang membayangi, apalagi kerjaannya udah zona nyaman. Wah makin susah deh.
Jadi ya mau sampai kapan?
Mau Tak Mau tetep harus Lanjutkan!
Kalau kamu suka banget denger Rayhan Noor di lagu yang ini, coba dengerin juga salah satu kolaborasi lama Rayhan Noor bersama Somewhere Somewhere yang judulnya Lampu. Dua lagu ini cocok masuk playlist yang nemenin kamu sambil chill di sore hari. Tetap semangat lho para pegawai yang pengen resign!!
Kai. - You
Hampir semua musisi (band) pasti punya keinginan untuk membuat proyek yang di luar dari genre yang biasa mereka bawakan. Salah satunya Kharisma Ari, dengan mengusung nama Kai., musisi asal Surabaya yang merupakan lead vocal dari Partykelir dan gitaris dari The Goofey Gober ini baru saja merilis lagu bertaju You dengan genre (kalo boleh disebut) Suicidal Pop.
Sebelumnya perlu diperhatikan lagi bahwa lagu ini sangatlah Trigger Warning!kenapa? Karena lagu ini dibawakan oleh Kai. sembari dia menangis. Layaknya musik-musik pop lainnya, lagu You ini penuh dengan notasi-notasi yang sederhana dengan lirik yang sederhana juga. Yang membuat musik pop ini suicidal adalah liriknya yang cukup “berani” dan kembali lagi sang empunya lagu menyanyikannya dengan menangis.
Tapi Kai. patut diapresiasi karena dalam kondisi (mungkin) sedang tidak baik-baik saja, dia bisa melahirkan karya yang menurut saya cukup magis ketika mendengarkannya. Fun fact-nya adalah lagu ini direkam dan dieksekusi hanya menggunakan handphone, ya mungkin karena dia dalam kondisi yang tidak bisa memikirkan hal apapun pada saat itu tapi usut punya usut lagu ini akan di-remastered dengan versi yang lebih “normal”.
Kai. juga telah merilis 2 lagu selain lagu You, yaitu Don’t Do Drug yang dirilis setelah lagu You dan On a Second Date yang telah dirilis sebelumnya (PS. Lagu On a Second Date ada versi jawanya yang menurut saya lebih menarik, sila minta langsung ke beliau atau ke saya untuk mendengarkan hehe).
Elbytri - Ragu
Trio asal Jakarta ini cukup gila saat menyapaku dengan perpaduan harmoni yang cukup membuat nyaman di telingaku. Terdengar mewah saat mereka kompak memadukan suara dari setiapnya bak choir. Match banget sama iramanya yang jazzy dan easy listening.
Circarama - Riddle
Jika di album Plasticine Jewel Circarama sibuk berkutat dengan mistisisme psikedelia yang dibawa George Harrison, maka “Riddle” adalah titik tolak baru mereka.
Kini, alih-alih terdengar sebagai psych-rock revivalist, mereka lebih hard rock 70-an. Tak sulit menemukan aroma-aroma The Eagles hingga Heart di lagu ini.
Okay, mari kita tunggu album penuh mereka.
-KMPL-
Dimas Prasetya - A Pixel That Shapes A Dream
Setelah berlari jauh ke Jakarta, Dimas Prasetya mencari jalan baru.
Setelah sukses memberikan kejutan terbaru bersama Dazzle kini ia beralih kesibukan menjadi musisi hip hop. Lagu ini kalau menurut aku tepat banget jadi track yang nemenin kamu mengawali pagi atau saat kepala kamu penuh sama banyak hal. Perkenalan isi kepalanya terkait ratusan pixel yang dirangkai lewat 2 track yang ia punya mampu menyihir kita buat jogettin setiap problem dengan durasi 3 menit 38 detik.
Dikta Wicaksono - Sendiri (EP)
Langsung sepaket EP di keluarkan ke publik dengan judul Sendiri, walaupun diluar ekspektasi seorang Dikta yang mengaku tidak suka menyanyi dan lebih tertarik dengan genre Blues ini malah memilih jalur solo dengan nuansa Pop. Membaca dari setiap Judul track yang dipilih, sangat terlihat kita di bawa menyusuri perjalanan hidup seorang Dikta Wicaksono diawali dari "Harusnya Bersama" hingga "Gagal Di Sekolah".
Mantra Vutura ft Raissa Anggiani - aMakna
Menggandeng Raissa Anggiani, Mantra Vutura bawa surat Al Mukmin di single terbaru.
Pendalaman QS. 40:39 kali ini digambarkan secara apik oleh Tristan Juliano dan Zakaro Danubrata, bercerita tentang memaknai hidup tentang dunia sementara dan akhirat selamanya tergambarkan lewat suara sopan si cantik Raissa dan nada indah dengan progresi yang memukau ditambah nuansa folk melalui genjrengan gitar seakan menjadi satu pelengkap bagaimana menceritakan kehidupan fana ini bisa menjadi lullaby song bagi sebagian orang untuk merefleksikan kehidupannya.